Feedback Bagaimana bila anda bermain bowling, tetapi tidak dihitung score-nya? Bagaimana pula bila anda bermain bowling, tetapi ditutupi kain depan pin sehingga tidak terlihat tapi bola masih bisa lewat? Anda hanya mendengar suara pin yang berjatuhan tanpa tahu berapa yang jatuh, tanpa diberi nilai, dan diminta terus bermain. Tentu permainan itu akan menjemukan dan tidak membuat anda menjadi pemain bowling yang baik.
Kita tertawa mendengar cerita itu, tetapi dalam kehidupan kita berbisnis, sering kita melakukannya. Kita meminta anak buah mengerjakan sesuatu hal, tanpa memberi feedback. Kita hanya menyuruh mereka melempar bola, kadang terdengar pin berjatuhan, tapi berapa yang jatuh, bagaimana score-nya, tidak kita beritahukan sama sekali.
Sales menjadi menantang, dan mudah dipahami keberhasilan atau kegagalannya, karena kita tahu “score” kita, baik dibandingkan target, ataupun dibandingkan orang lain, atau perusahaan lain. Tidak semua pekerjaan mudah diberi “score”. Penerima telpon, tukang masak, penjaga toko, customer service, supervisor, manager, sampai direktur. Kadang bisa kita tahu nilai kita dengan mudah, kadang tidak.
Sebuah “performance review” sering hanya setahun sekali, dan kita juga tidak jelas mengapa mendapat nilai “cukup” atau “baik”. Bahkan karyawan terkejut ketika dikeluarkan karena dianggap “kurang kompeten”, padahal selama ini dia merasa telah melakukan pekerjaan dengan baik, dan menganggap atasannya puas dengan pekerjaannya.
Pemberian umpan balik, adalah sebuah keharusan buat semua atasan, untuk membuat bawahannya tahu berapa nilai pekerjaan yang telah dia lakukan, sangat baik, cukup, ataukah sangat buruk. Sebaiknya ditambahkan pula, apa yang telah salah dilakukan, dan bagaimana memperbaikinya, apa pula yang telah sangat baik, sehingga dapat dipertahankan bahkan dibuat lebih baik lagi.
Pemberian feed back harus dilakukan segera, setelah kejadian terjadi, dengan memberi detail rincian tentang apa yang kurang, apa yang baik, dan bagaimana untuk menjadi lebih baik pada masa mendatang.
Demikian pula dalam kehidupan kehidupan sehari hari, feedback menunjukkan arah yang diinginkan, memberi tahu apa yang jangan apa yang harus, mendorong orang melakukan yang benar dan sesuai dengan arah sukses. Selamat menikmati main bowling, dengan score yang terlihat jelas dan mudah dimengerti.
*Tanadi Santoso, Surabaya, 3 July 2011.
Kamis, 25 Agustus 2011
Café Codet
Diujung sebuah jalan antah berantah, dimana gagak dengan angkuhnya menatap awan, dimana matahari merendamkan diri kedalam batas gunung, ada sebuah kedai unik yang hanya membolehkan orang dengan bekas luka untuk masuk kedalamnya. Café Codet adalah tempat minum orang2 yang pernah “terluka”.
Penjaganya seorang kekar gemuk bertatoo dengan luka bakar pada wajahnya, menolaki orang2 “utuh” yang mau masuk. Ketika dengan ragu2 kutunjukkan bekas jaitan panjang diperutku, dia mengangguk dan diijinkanlah aku masuk. Dengan sedikit tidak nyaman aku awasi orang2 disana: Ada lelaki bertangan satu, wanita tua gundul dengan bekas jaitan operasi otaknya, dan anak separuh baya yang kedua kakinya telah diganti kayu. Seramnya ruangan, membuat codet besar memanjang dari mata kebibir dimuka bartender-pun terasa normal.
Kupilih duduk disamping wanita setengah baya yang kelihatan utuh. Ketika bir datang, basa basi kusapa dia, sambil bertanya: Bagaimana lukamu? Dengan senyum pahit dibukanya dua kancing blusnya dan ditunjukkan bekas luka jahitan gelap pada tempat dimana dulunya berada payudara. Airmukaku berubah, dan dia tertawa sambil menenggak habis sisa minumannya.
Sore itu, pelahan aku mulai melihat kehidupan dengan kaca mata yang berbeda. Ah, hidup ternyata penuh luka, pikirku. Betapa banyaknya kegetiran yang telah melanda mereka. Dan ketika aku keluar dari Café Codet, kuusap pelan2 bekas lukaku yang menyanyikan lagu syukur.
** Luka adalah bagian dari kehidupan, bekas sisa kepahitan yang membekas. Setiap orang memilikinya, sebagian adalah bekas lama, sebagian adalah bekas baru, bahkan mungkin sekarang luka itu masih menganga lebar bernanah. Luka membawa kepahitan, baik fisik ataupun jiwa. Melalui kepahitan kita belajar menjadi lebih bersyukur dan tabah dalam menjalani perjalanan kehidupan.
Kepahitan setidaknya mengajarkan kita empat hal, kata pendeta Tibet: kearifan, ketabahan, kasih sayang, dan rasa hormat pada kenyataan.
Selamat menikmati codet anda.
*Tanadi Santoso, Surabaya, 10 July 2011.
*) “The four benefits of suffering: wisdom, resilience, compassion, and a deep respect for reality.” ~Tibetian Monk Khenchen Konchog Gyaltshen Rinpoche.
Penjaganya seorang kekar gemuk bertatoo dengan luka bakar pada wajahnya, menolaki orang2 “utuh” yang mau masuk. Ketika dengan ragu2 kutunjukkan bekas jaitan panjang diperutku, dia mengangguk dan diijinkanlah aku masuk. Dengan sedikit tidak nyaman aku awasi orang2 disana: Ada lelaki bertangan satu, wanita tua gundul dengan bekas jaitan operasi otaknya, dan anak separuh baya yang kedua kakinya telah diganti kayu. Seramnya ruangan, membuat codet besar memanjang dari mata kebibir dimuka bartender-pun terasa normal.
Kupilih duduk disamping wanita setengah baya yang kelihatan utuh. Ketika bir datang, basa basi kusapa dia, sambil bertanya: Bagaimana lukamu? Dengan senyum pahit dibukanya dua kancing blusnya dan ditunjukkan bekas luka jahitan gelap pada tempat dimana dulunya berada payudara. Airmukaku berubah, dan dia tertawa sambil menenggak habis sisa minumannya.
Sore itu, pelahan aku mulai melihat kehidupan dengan kaca mata yang berbeda. Ah, hidup ternyata penuh luka, pikirku. Betapa banyaknya kegetiran yang telah melanda mereka. Dan ketika aku keluar dari Café Codet, kuusap pelan2 bekas lukaku yang menyanyikan lagu syukur.
** Luka adalah bagian dari kehidupan, bekas sisa kepahitan yang membekas. Setiap orang memilikinya, sebagian adalah bekas lama, sebagian adalah bekas baru, bahkan mungkin sekarang luka itu masih menganga lebar bernanah. Luka membawa kepahitan, baik fisik ataupun jiwa. Melalui kepahitan kita belajar menjadi lebih bersyukur dan tabah dalam menjalani perjalanan kehidupan.
Kepahitan setidaknya mengajarkan kita empat hal, kata pendeta Tibet: kearifan, ketabahan, kasih sayang, dan rasa hormat pada kenyataan.
Selamat menikmati codet anda.
*Tanadi Santoso, Surabaya, 10 July 2011.
*) “The four benefits of suffering: wisdom, resilience, compassion, and a deep respect for reality.” ~Tibetian Monk Khenchen Konchog Gyaltshen Rinpoche.
Kehidupan
Kehidupan adalah sebuah perjalanan, yang ditaburi mimpi, diisi keberanian, dan dinyatakan dalam tindakan. Kehidupan akan berjalan, dengan atau tanpa kehadiran kita, dengan atau tanpa antusiasme kita, dengan kemurungan kita ataupun keceriaan kita.
Kepahitan adalah bagian dari berkah, yang mengajari kita untuk memahami kemanisan. Dan membuat kita menjadi manusia penuh syukur.
Tidak ada penyesalan, karena kita telah memilah dan memilih tindakan kita. Kita telah salah, dan kita telah benar, kita bayar dengan jiwa dan raga kita. Kita jalani kehidupan dengan kesadaran, dan tanpa penyesalan.
Tidaklah dibutuhkan permintaan maaf, bilamana yang telah kita lakukan adalah yang terbaik. Sukses dan kegagalan hanyalah sebuah nilai kecil, yang tidak pasti adahah hak kita. Kita hanya memiliki tugas melakukan yang terbaik saja, hasilnya kembali kita serahkan pada alam.
Kita menjalani kehidupan dari lahir, hingga wafat. Kita menjalani hari, hanyalah dari bangun, hingga tertidur nanti. Sehari adalah segalanya, kita hidup dalam dan untuk hari ini. Satu hari dalam satu saat, kita kerjakan dan hidup dengan sebaik baiknya. Penderitaan yang bagaimanapun, sukacita yang betapa besarpun saat ini, akan berakhir ketika tidur nanti, dan esok adalah hari baru yang lahir kembali dan memiliki takdirnya sendiri.
Cinta adalah segalanya, yang melahirkan kita, yang menumbuhkan kita, dan yang membentuk kehidupan kita. Cinta menciptakan sukses dan melahirkan kebahagiaan. Cinta adalah urat nadi kehidupan kita yang mendentangkan jantung kita untuk terus kuat mengaliri kehidupan ini.
Kehidupan adalah air yang mengalir, dari sumber gunung, mengalir pada bukit dan lembah, menjadi air terjun dan sungai yang terus mengalir menuju lautan lepas, dalam takdir dan berkahnya sendiri.
Marilah, dengan syukur kita meresapi arti kehidupan.
*Tanadi Santoso. Jakarta, 18 July 2011.
Kepahitan adalah bagian dari berkah, yang mengajari kita untuk memahami kemanisan. Dan membuat kita menjadi manusia penuh syukur.
Tidak ada penyesalan, karena kita telah memilah dan memilih tindakan kita. Kita telah salah, dan kita telah benar, kita bayar dengan jiwa dan raga kita. Kita jalani kehidupan dengan kesadaran, dan tanpa penyesalan.
Tidaklah dibutuhkan permintaan maaf, bilamana yang telah kita lakukan adalah yang terbaik. Sukses dan kegagalan hanyalah sebuah nilai kecil, yang tidak pasti adahah hak kita. Kita hanya memiliki tugas melakukan yang terbaik saja, hasilnya kembali kita serahkan pada alam.
Kita menjalani kehidupan dari lahir, hingga wafat. Kita menjalani hari, hanyalah dari bangun, hingga tertidur nanti. Sehari adalah segalanya, kita hidup dalam dan untuk hari ini. Satu hari dalam satu saat, kita kerjakan dan hidup dengan sebaik baiknya. Penderitaan yang bagaimanapun, sukacita yang betapa besarpun saat ini, akan berakhir ketika tidur nanti, dan esok adalah hari baru yang lahir kembali dan memiliki takdirnya sendiri.
Cinta adalah segalanya, yang melahirkan kita, yang menumbuhkan kita, dan yang membentuk kehidupan kita. Cinta menciptakan sukses dan melahirkan kebahagiaan. Cinta adalah urat nadi kehidupan kita yang mendentangkan jantung kita untuk terus kuat mengaliri kehidupan ini.
Kehidupan adalah air yang mengalir, dari sumber gunung, mengalir pada bukit dan lembah, menjadi air terjun dan sungai yang terus mengalir menuju lautan lepas, dalam takdir dan berkahnya sendiri.
Marilah, dengan syukur kita meresapi arti kehidupan.
*Tanadi Santoso. Jakarta, 18 July 2011.
Peti Penting
Pada jaman perang, seorang jendral yang menyerbu daerah lawan, kalah perang, memerintahkan sekelompok tentaranya untuk membawa sebuah peti terkunci kembali ke markas. Kata sang jendral ini adalah peti yang sangat penting sekali, dan harus sampai di markas dengan aman. Dengan segala susah payah sekelompok tentara ini mempertahankan dan berusaha keras untuk membawa peti ini kembali. Kepahitan apapun dijalani, kesulitan apapun dihadapi. Sampai akhirnya berhasil kembali ke markas. Ketika peti dibuka ternyata isinya hanya batu2an saja, dengan secarik catatan: “Kalian sekarang sudah selamat sampai markas.”
Sekelompok orang ini tidak akan bisa selamat pulang kalau saja tidak mempunyai tujuan yang kokoh, tugas suci yang diembankan, dan kemauan keras untuk berhasil. Peti ini hanyalah sebuah alat sang jendral untuk membuat orang2 ini mau berupaya dan berhati hati di tempat musuh, untuk dapat pulang dengan selamat. Tanpa peti ini kemungkinan besar semuanya telah tertangkap atau terbunuh diarea musuh.
Kekuatan sebuah “tujuan” sangatlah hebat dalam membuat kita mau melakukan yang terbaik untuk mencapainya. Bila tekad sudah bulat, kita akan berusaha maksimal, mampu menahan kepahitan, selalu akan berinovasi, dan rela melakukan yang terberat untuk menjangkaunya. Harapan memberikan energi positip yang besar untuk mendorong kita bersemangat dalam menjalani kehidupan.
Salam semangat.
*Tanadi Santoso, Surabaya, 24 July 2011
Sekelompok orang ini tidak akan bisa selamat pulang kalau saja tidak mempunyai tujuan yang kokoh, tugas suci yang diembankan, dan kemauan keras untuk berhasil. Peti ini hanyalah sebuah alat sang jendral untuk membuat orang2 ini mau berupaya dan berhati hati di tempat musuh, untuk dapat pulang dengan selamat. Tanpa peti ini kemungkinan besar semuanya telah tertangkap atau terbunuh diarea musuh.
Kekuatan sebuah “tujuan” sangatlah hebat dalam membuat kita mau melakukan yang terbaik untuk mencapainya. Bila tekad sudah bulat, kita akan berusaha maksimal, mampu menahan kepahitan, selalu akan berinovasi, dan rela melakukan yang terberat untuk menjangkaunya. Harapan memberikan energi positip yang besar untuk mendorong kita bersemangat dalam menjalani kehidupan.
Salam semangat.
*Tanadi Santoso, Surabaya, 24 July 2011
Teh
Seorang murid bertanya pada sang Suru Zen: “Kenapa sulit benar memahami pelajaran Bapak?” Sang Guru tidak menjawab muridnya, malah mengambil cangkir teh kosong yang ada tutupnya, dan menuangkan teh kecangkir. Tehpun bertumpahan kesamping, sang Guru berkata: “Muridku, kalau kau tutup pintu hatimu, bagaimana ilmu itu bisa masuk kedalam jiwamu?”
Banyak dari kita mau belajar sesuatu, berkeinginan menjadi manajer yang baik, mau melakukan inovasi, ataupun perbaikan perusahaan, tetapi sulit berhasil. Hal ini sering karena kita tidak mau membuka pintu hati kita, tidak menginjinkan teh itu masuk dalam cangkir kita. Keangkuhan dan sudut pandang negatip sering membuat kita menutup rapat pintu hati belajar kita.
Kita meminta nasihat orang, kita bejalar dari kuliah, belajar dari buku, dari sahabat yang sukses, tetapi sering kita tidak mampu menyerapnya, mungkin karena kita tidak benar2 membuka hati kita. Sudah waktunya kita membuka tutup cangkir kita dan mulai menerima dengan semangat pembelajar yang sejati.
*Tanadi Santoso, Surabaya 26 July 2011
Banyak dari kita mau belajar sesuatu, berkeinginan menjadi manajer yang baik, mau melakukan inovasi, ataupun perbaikan perusahaan, tetapi sulit berhasil. Hal ini sering karena kita tidak mau membuka pintu hati kita, tidak menginjinkan teh itu masuk dalam cangkir kita. Keangkuhan dan sudut pandang negatip sering membuat kita menutup rapat pintu hati belajar kita.
Kita meminta nasihat orang, kita bejalar dari kuliah, belajar dari buku, dari sahabat yang sukses, tetapi sering kita tidak mampu menyerapnya, mungkin karena kita tidak benar2 membuka hati kita. Sudah waktunya kita membuka tutup cangkir kita dan mulai menerima dengan semangat pembelajar yang sejati.
*Tanadi Santoso, Surabaya 26 July 2011
Authentic Happiness.
Mana yang lebih membahagiakan: 1: Tidur di hotel bintang lima, nonton show, makan enak; atau 2: bekerja keras mati2an menolong korban bencana alam, tidur di tenda, makanan tidak bersih banyak lalat, tapi berhasil menyelamatkan orang dari reruntuhan gempa bumi.
Pertanyaan diatas mengundang banyak jawaban menarik di Facebook saya. Ujung dari semua pencarian dalam hidup adalah kebahagiaan. Happiness, atau kebahagiaan, mempunyai banyak bentuk. Martin Seligman, memberikan gambaran akan 3 bentuk happiness.
The Pleasant Life, Kehidupan yang nyaman, adalah kebahagiaan yang didapat karena kenikmatan kelima indera kita. Makan enak, baju bagus, ranjang yang enak, dengar symphony, pijat spa, nonton bioskop, hotel bintang lima, semua ini memberikan kenikmatan "indera" kita.
The Good Life, Kehidupan yang baik, adalah kebahagiaan yang didapat karena hal2 yang kita kerjakan menyenangkan. Kerja yang kita sukai, membuat kita lupa waktu, senang dalam menyelesaikannya. Tugas selesai sesuai jadwal, dihormati para bawahan, dan dipuji atasan, dan semua selesai dengan sangat baik dan menyenangkan. Walau hidup tidak mewah dan jabatan bukan tinggi, tapi hidup membahagiakan.
The Meaningful Life, Kehidupan yang berarti, adalah kenikmatan karena kita mampu mengerjakan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Kita bisa menolong orang yang kena bencana, kita memandang puas pada murid kita yang jadi sukses, kita bangga dengan anak kita yang mampu menjadi "orang", kita bangga dengan kesebelasan sepak bola kesukaan kita. Kita menemukan arti dari spiritual perjalanan hidup ini.
Hal yang termudah untuk mendapatakan kebahagiaan ketika kita "sengsara" adalah dengan memakai The Pleasant Life: makan enak, beli baju mahal dan seterusnya. Tetapi ini tidak tahan lama, dan membuat kita "ketagihan" dengan tingkat kepuasan yang merendah setiap saat melakukannya lagi. (istilah teknisnya: Diminishing Return).
Keseimbangan dalam memilih apa yang harus kita lakukan untuk menjadi bahagia, adalah kuncinya. Kita menikmatkan diri kita, tapi juga mencoba menikmati apa yang kita lakukan, dan mencari makna hidup dalam sebagian dari kehidupan kita.
Setiap manusia selalu mengalami ketiga hal diatas, bagaimana kita menyusun prioritas kita jadi penting, dimulai dari makna, ke aktifitas yang baik, baru memberikan kenikmatan indera. Tujuan akhir kehidupan adalah kebahagiaan, dari manapun datangnya bahagia itu.
Salam Bahagia.
*Tanadi Santoso, Surabaya 1 Agustus 2011
Pertanyaan diatas mengundang banyak jawaban menarik di Facebook saya. Ujung dari semua pencarian dalam hidup adalah kebahagiaan. Happiness, atau kebahagiaan, mempunyai banyak bentuk. Martin Seligman, memberikan gambaran akan 3 bentuk happiness.
The Pleasant Life, Kehidupan yang nyaman, adalah kebahagiaan yang didapat karena kenikmatan kelima indera kita. Makan enak, baju bagus, ranjang yang enak, dengar symphony, pijat spa, nonton bioskop, hotel bintang lima, semua ini memberikan kenikmatan "indera" kita.
The Good Life, Kehidupan yang baik, adalah kebahagiaan yang didapat karena hal2 yang kita kerjakan menyenangkan. Kerja yang kita sukai, membuat kita lupa waktu, senang dalam menyelesaikannya. Tugas selesai sesuai jadwal, dihormati para bawahan, dan dipuji atasan, dan semua selesai dengan sangat baik dan menyenangkan. Walau hidup tidak mewah dan jabatan bukan tinggi, tapi hidup membahagiakan.
The Meaningful Life, Kehidupan yang berarti, adalah kenikmatan karena kita mampu mengerjakan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Kita bisa menolong orang yang kena bencana, kita memandang puas pada murid kita yang jadi sukses, kita bangga dengan anak kita yang mampu menjadi "orang", kita bangga dengan kesebelasan sepak bola kesukaan kita. Kita menemukan arti dari spiritual perjalanan hidup ini.
Hal yang termudah untuk mendapatakan kebahagiaan ketika kita "sengsara" adalah dengan memakai The Pleasant Life: makan enak, beli baju mahal dan seterusnya. Tetapi ini tidak tahan lama, dan membuat kita "ketagihan" dengan tingkat kepuasan yang merendah setiap saat melakukannya lagi. (istilah teknisnya: Diminishing Return).
Keseimbangan dalam memilih apa yang harus kita lakukan untuk menjadi bahagia, adalah kuncinya. Kita menikmatkan diri kita, tapi juga mencoba menikmati apa yang kita lakukan, dan mencari makna hidup dalam sebagian dari kehidupan kita.
Setiap manusia selalu mengalami ketiga hal diatas, bagaimana kita menyusun prioritas kita jadi penting, dimulai dari makna, ke aktifitas yang baik, baru memberikan kenikmatan indera. Tujuan akhir kehidupan adalah kebahagiaan, dari manapun datangnya bahagia itu.
Salam Bahagia.
*Tanadi Santoso, Surabaya 1 Agustus 2011
The Good Stress
Selama ini kita cenderung menghindari stress. Kita tidak pernah mengira bahwa stress ternyata bisa jadi sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita. Kita menganggap stress sebagai sesuatu yang salah dan ‘harus disembuhkan’. Dan tidak banyak dari kita yang menyadari bahwa sebenarnya dalam kehidupan kita, untuk menjadi lebih bahagia, kita perlu mengalami stress—dalam jumlah dan takaran yang wajar.
Sebenarnya, ada dua jenis stress di dunia. Jenis pertama adalah stress negatif atau distress. Ini adalah jenis stress yang kita tahu selama ini. Jenis stress yang kita takuti karena sifatnya cenderung destruktif. Namun, ada pula jenis stress yang lain, disebut dengan eustress atau euphoric stress. Eustress merupakan jenis stress yang baik untuk meningkatkan performa kita dan membuat kita lebih bahagia.
Eustress terjadi saat kita memiliki target-target yang harus kita capai dalam hidup, sesuatu yang ingin kita kejar. Eustress memaksa diri kita untuk bekerja, memotivasi kita untuk melakukan sesuatu yang lebih untuk menghasilkan pencapaian yang maksimal. Eustress terjadi saat kita dihadapkan pada sebuah tujuan, kita mengalami stress, tapi kita terpacu untuk mengerahkan usaha maksimal untuk meraih tujuan tersebut, selama kita tahu dan yakin bahwa tujuan itu masih berada dalam jangkauan kapasitas kita.
Zona 1- The Chill Zone
Orang-orang dalam zona ini pada dasarnya tidak merasakan stress sama sekali. Mereka menganggap hidup ini adalah taman bermain yang indah, penuh dengan bunga, dengan langit biru, dan hembusan angin sejuk serta kicauan burung di udara. Tidak ada hal-hal yang perlu dikejar. Santai adalah moto utama mereka. Namun, kebosanan pun sering sekali menjadi bagian dari keseharian mereka.
Zona 2- The Thrill Zone
Zona ini merupakan zona yang panas karena penuh dengan tantangan. Para penghuni zona ini memiliki target-target yang ingin mereka capai dan mereka bekerja keras untuk mendekatkan diri mereka pada tujuan tersebut. Semangat kompetensi, antusiasme, dan optimism mewarnai suasana di zona ini. Tingkat stress cukup tinggi, memacu adrenalin untuk terus menghasilkan yang terbaik.
Zona 3- The Spill Zone
Analogi yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi di zona ini adalah saat semua pekerjaan menumpuk pada satu titik yang sama, dalam jumlah yang banyak, dengan tenggat waktu yang sangat rapat. Orang-orang dalam zona ini cenderung merasakan ketegangan yang tinggi. Begitu banyak yang harus diselesaikan, begitu sedikit waktu yang diberikan. Tumpukan pekerjaan yang tinggi pun sering kali membuat mereka tidak tahu harus mulai dari mana.
Zona 4- The Kill Zone
Suasana di zona ini cenderung kelam. Hawa panas masih terasa, tetapi kobaran api sudah mati. Kurang lebih seperti itu gambaran semangat dari orang-orang yang berada di zona ini. Setelah semua usaha yang dirasa sudah maksimal telah dilakukan, tetapi ternyata semua hal terjadi di luar dugaan, jauh dari keberhasilan, seseorang bisa dengan mudah terjerumus ke dalam zona ini. Depresi dan rasa kegagalan yang mendalam dirasakan oleh orang-orang di sini. Mereka mengalami overdosis stress.
Itulah keempat zona stress manusia. Setiap orang punya kecenderungan untuk ‘menetap’ pada satu zona dalam kondisi normal mereka. Ada orang yang terbiasa untuk hidup tanpa stress (zona 1) dan ada pula yang selalu dirundung stress akut (zona 4). Setiap orang punya kemampuan untuk berpindah dari satu zona ke zona lainnya. Misalnya seorang penghuni zona 2 bisa merilekskan diri dan berpindah ke zona 1 saat ia sedang pergi berlibur bersama teman-temannya, tetapi bisa juga masuk ke zona 3 saat dihujani banyak tugas dan pekerjaan dari atasannya.
Zona 2 adalah zona Eustress, yang membuat orang merasa lebih hidup dan berarti, punya semangat untuk maju, antusias menyambut hari baru, dan otomatis jauh lebih bahagia daripada orang-orang yang tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dalam hidupnya. Jadi, mulai sekarang, jangan dulu khawatir saat kita merasa ‘sedikit stress’ karena justru dengan adanya stress itu ternyata hidup kita jadi lebih bermakna. Selamat menikmati stress Anda dalam dosis yang tepat!
Tanadi Santoso, 7 Augustus 2011.
Sebenarnya, ada dua jenis stress di dunia. Jenis pertama adalah stress negatif atau distress. Ini adalah jenis stress yang kita tahu selama ini. Jenis stress yang kita takuti karena sifatnya cenderung destruktif. Namun, ada pula jenis stress yang lain, disebut dengan eustress atau euphoric stress. Eustress merupakan jenis stress yang baik untuk meningkatkan performa kita dan membuat kita lebih bahagia.
Eustress terjadi saat kita memiliki target-target yang harus kita capai dalam hidup, sesuatu yang ingin kita kejar. Eustress memaksa diri kita untuk bekerja, memotivasi kita untuk melakukan sesuatu yang lebih untuk menghasilkan pencapaian yang maksimal. Eustress terjadi saat kita dihadapkan pada sebuah tujuan, kita mengalami stress, tapi kita terpacu untuk mengerahkan usaha maksimal untuk meraih tujuan tersebut, selama kita tahu dan yakin bahwa tujuan itu masih berada dalam jangkauan kapasitas kita.
Zona 1- The Chill Zone
Orang-orang dalam zona ini pada dasarnya tidak merasakan stress sama sekali. Mereka menganggap hidup ini adalah taman bermain yang indah, penuh dengan bunga, dengan langit biru, dan hembusan angin sejuk serta kicauan burung di udara. Tidak ada hal-hal yang perlu dikejar. Santai adalah moto utama mereka. Namun, kebosanan pun sering sekali menjadi bagian dari keseharian mereka.
Zona 2- The Thrill Zone
Zona ini merupakan zona yang panas karena penuh dengan tantangan. Para penghuni zona ini memiliki target-target yang ingin mereka capai dan mereka bekerja keras untuk mendekatkan diri mereka pada tujuan tersebut. Semangat kompetensi, antusiasme, dan optimism mewarnai suasana di zona ini. Tingkat stress cukup tinggi, memacu adrenalin untuk terus menghasilkan yang terbaik.
Zona 3- The Spill Zone
Analogi yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi di zona ini adalah saat semua pekerjaan menumpuk pada satu titik yang sama, dalam jumlah yang banyak, dengan tenggat waktu yang sangat rapat. Orang-orang dalam zona ini cenderung merasakan ketegangan yang tinggi. Begitu banyak yang harus diselesaikan, begitu sedikit waktu yang diberikan. Tumpukan pekerjaan yang tinggi pun sering kali membuat mereka tidak tahu harus mulai dari mana.
Zona 4- The Kill Zone
Suasana di zona ini cenderung kelam. Hawa panas masih terasa, tetapi kobaran api sudah mati. Kurang lebih seperti itu gambaran semangat dari orang-orang yang berada di zona ini. Setelah semua usaha yang dirasa sudah maksimal telah dilakukan, tetapi ternyata semua hal terjadi di luar dugaan, jauh dari keberhasilan, seseorang bisa dengan mudah terjerumus ke dalam zona ini. Depresi dan rasa kegagalan yang mendalam dirasakan oleh orang-orang di sini. Mereka mengalami overdosis stress.
Itulah keempat zona stress manusia. Setiap orang punya kecenderungan untuk ‘menetap’ pada satu zona dalam kondisi normal mereka. Ada orang yang terbiasa untuk hidup tanpa stress (zona 1) dan ada pula yang selalu dirundung stress akut (zona 4). Setiap orang punya kemampuan untuk berpindah dari satu zona ke zona lainnya. Misalnya seorang penghuni zona 2 bisa merilekskan diri dan berpindah ke zona 1 saat ia sedang pergi berlibur bersama teman-temannya, tetapi bisa juga masuk ke zona 3 saat dihujani banyak tugas dan pekerjaan dari atasannya.
Zona 2 adalah zona Eustress, yang membuat orang merasa lebih hidup dan berarti, punya semangat untuk maju, antusias menyambut hari baru, dan otomatis jauh lebih bahagia daripada orang-orang yang tidak tahu apa yang harus mereka lakukan dalam hidupnya. Jadi, mulai sekarang, jangan dulu khawatir saat kita merasa ‘sedikit stress’ karena justru dengan adanya stress itu ternyata hidup kita jadi lebih bermakna. Selamat menikmati stress Anda dalam dosis yang tepat!
Tanadi Santoso, 7 Augustus 2011.
Saat kematian tiba
Saat kematian tiba
~ Mary Oliver
Saat kematian tiba
seperti beruang lapar dimusim gugur;
saat kematian tiba, dan mengeluarkan dari dompet semua koin miliknya yang germerlap
untuk membeliku, kemudian dompet itu segera tertutup kembali;
saat kematian tiba
seperti cacar air;
Saat kematian tiba,
seperti gunung es menhantam bahu,
Aku ingin melangkah keluar pintu dengan penuh keingintahuan, bertanya tanya:
seperti apakah itu, rumah kegelapan?
Karena aku memandang segalanya seperti persaudaraan
dan aku menganggap waktu tak lebih dari sebuah ide,
dan keabadian sebagai salah satu kemungkinan.
Aku pikir hidup seperti bunga, sederhana
seperti sebatang daisy dipadang bunga daisy
dan setiap nama adalah nyanyian merdu
seperti lagu, menuju kesunyian
dan setiap tubuh seperti singa yang berani
dan memiliki arti di bumi ini
Saat semua berakhir, ingin kukatakan: Sepanjang hidupku
Aku adalah pengantin wanita yang menikah pada takjub
Aku adalah pengantin laki laki, yang membawa dunia kedalam pelukanku.
Saat semua berakhir, aku tak ingin bertanya tanya lagi
apakah aku telah membuat hidupku berarti; dan nyata
Aku tak ingin menghela napas berat,
dalam ketakutan,atau penuh pertengkaran
Aku tak ingin hidupku berakhir dengan hanya sekedar mampir di dunia ini.
======================================*********====================================
Baru saja menengok sahabat yang meninggal, dan tiba2 teringat pada puisi Mary Oliver ini, yang mempertanyakan kehidupan dan kematian, dan apa makna perjalanan ini.
Mary Oliver mempertanyakan ini, apa yang akan kita rasakan saat kita meninggal nanti? Kematian digambarkan dalam 4 bentuk pada awal puisi, seperti beruang dimusim gugur, seperti jiwamu dibeli oleh koin emas dari dompet langit, seperti cacar air yang tidak bisa kita hindari, dan seperti gunung es yang dingin. Kematian adalah kedinginan, dan gunung es telah mampu menhancurkan Titanic, apalagi hanya sekedar mengambil nyawa kita. Datangnya tidak mampu kita hindari, seperti cacar air.
Ketidak tahuan kita akan apa yang ada setelah kematian, di bahas dalam sebuah gambaran ketidak tahuan Oliver seperti pondok yang gelap. Sebuah keingintahuan yang melewati rasa penasaran. Penggambaran pondok menarik. Disini kata “cottage”, pondok, seperti bermakna rumah kedua, bukan “home”. Home is where our hearts are, cottage? Rumah adalah tempat hati kita berada, pondok? Jelas sebuah penampungan diri kita, alternatip rumah?
Hidup, dalam empat bait berikutnya digambarkan dengan sangat beragam. Seperti kekeluargaan yang penuh cinta antara masing2 manusia yang ada didalam bumi ini. Digambarkan hidup setiap orang seperti sebatang bunga daisy diantara padang bunga daisy. Seperti musik yang akhirnya akan menuju pada keheningan juga betapapun enaknya lagu itu. Juga seperti macan, yang berani dan memiliki arti masing masing di bumi ini.
Oliver memandang bahwa hidup manusia itu sama. Akan melewati kelahiran, kedewasaan hingga kematian. Dari sepi menuju sepi, dari debu menuju debu. Meski hidup akan membawa keindahan yang tidak akan bisa diingat lagi oleh manusia, dan apakah keabadian itu? Oliver, seakan ingin mengatakan bahwa kematian itu jembatan yang menuju suatu ketidaktahuan yang harus dilewati manusia dengan keragu raguannya.
Kata kata berikutnya terasa mendirikan bulu halus dikuduk kita: “When it's over, I want to say: all my life, I was a bride married to amazement. I was the bridegroom, taking the world into my arms.” Hidup ini buat Oliver bukanlah untuk dilewati saja, tapi untuk menikah pada “takjub”, untuk merengkuh seluruh isi dunia ini kedalam rangkulan kita. Kata2 kuat yang sering dipakai teman2 penulis dan penyair karena kekuatan maknanya.
Berapa banyak dari kita, yang pada saat tua, meragukan kembali pilihan perjalanan kita, mengapa tidak melakukan apa yang sudah ingin kita lakukan selama ini. Menjalankan mimpi kita. Takut, ragu2, mendesah, tidak pasti. Maka, pada bait berikutnya, Oliver mempertegas dengan menyatakan ketidak inginannya untuk mempertanyakan perjalanan hidupnya pada akhir hayatnya nanti.
Oliver sering mempertanyakan apa yang akan kita lakukan dalam hidup ini. Pada puisinya yang lain “Summer day”, Oliver menutup dengan kalimat: “Doesn't everything die at last, and too soon? Tell me, what is it you plan to do, with your one wild and precious life?” Bukankah segalanya akan mati juga, bahkan terlalu cepat. Katakan apa yang akan anda lakukan dengan hidup anda yang liar dan berharga ini.
Puisi ini ditutup dengan satu kalimat yang terisolasi menjadi satu bait sendiri:
“I don't want to end up simply having visited this world.”
Kata2 yang kuat ini terasa pas, pernyataan untuk tidak mau hidup hanyalah sekedar numpang lewat saja. Dan, kalau anda tidak mau “sekedar mampir” di bumi ini, apa yang akan anda perbuat dalam hidup anda?
*Tanadi Santoso (Re-Post 8/8/2011)
~ Mary Oliver
Saat kematian tiba
seperti beruang lapar dimusim gugur;
saat kematian tiba, dan mengeluarkan dari dompet semua koin miliknya yang germerlap
untuk membeliku, kemudian dompet itu segera tertutup kembali;
saat kematian tiba
seperti cacar air;
Saat kematian tiba,
seperti gunung es menhantam bahu,
Aku ingin melangkah keluar pintu dengan penuh keingintahuan, bertanya tanya:
seperti apakah itu, rumah kegelapan?
Karena aku memandang segalanya seperti persaudaraan
dan aku menganggap waktu tak lebih dari sebuah ide,
dan keabadian sebagai salah satu kemungkinan.
Aku pikir hidup seperti bunga, sederhana
seperti sebatang daisy dipadang bunga daisy
dan setiap nama adalah nyanyian merdu
seperti lagu, menuju kesunyian
dan setiap tubuh seperti singa yang berani
dan memiliki arti di bumi ini
Saat semua berakhir, ingin kukatakan: Sepanjang hidupku
Aku adalah pengantin wanita yang menikah pada takjub
Aku adalah pengantin laki laki, yang membawa dunia kedalam pelukanku.
Saat semua berakhir, aku tak ingin bertanya tanya lagi
apakah aku telah membuat hidupku berarti; dan nyata
Aku tak ingin menghela napas berat,
dalam ketakutan,atau penuh pertengkaran
Aku tak ingin hidupku berakhir dengan hanya sekedar mampir di dunia ini.
======================================*********====================================
Baru saja menengok sahabat yang meninggal, dan tiba2 teringat pada puisi Mary Oliver ini, yang mempertanyakan kehidupan dan kematian, dan apa makna perjalanan ini.
Mary Oliver mempertanyakan ini, apa yang akan kita rasakan saat kita meninggal nanti? Kematian digambarkan dalam 4 bentuk pada awal puisi, seperti beruang dimusim gugur, seperti jiwamu dibeli oleh koin emas dari dompet langit, seperti cacar air yang tidak bisa kita hindari, dan seperti gunung es yang dingin. Kematian adalah kedinginan, dan gunung es telah mampu menhancurkan Titanic, apalagi hanya sekedar mengambil nyawa kita. Datangnya tidak mampu kita hindari, seperti cacar air.
Ketidak tahuan kita akan apa yang ada setelah kematian, di bahas dalam sebuah gambaran ketidak tahuan Oliver seperti pondok yang gelap. Sebuah keingintahuan yang melewati rasa penasaran. Penggambaran pondok menarik. Disini kata “cottage”, pondok, seperti bermakna rumah kedua, bukan “home”. Home is where our hearts are, cottage? Rumah adalah tempat hati kita berada, pondok? Jelas sebuah penampungan diri kita, alternatip rumah?
Hidup, dalam empat bait berikutnya digambarkan dengan sangat beragam. Seperti kekeluargaan yang penuh cinta antara masing2 manusia yang ada didalam bumi ini. Digambarkan hidup setiap orang seperti sebatang bunga daisy diantara padang bunga daisy. Seperti musik yang akhirnya akan menuju pada keheningan juga betapapun enaknya lagu itu. Juga seperti macan, yang berani dan memiliki arti masing masing di bumi ini.
Oliver memandang bahwa hidup manusia itu sama. Akan melewati kelahiran, kedewasaan hingga kematian. Dari sepi menuju sepi, dari debu menuju debu. Meski hidup akan membawa keindahan yang tidak akan bisa diingat lagi oleh manusia, dan apakah keabadian itu? Oliver, seakan ingin mengatakan bahwa kematian itu jembatan yang menuju suatu ketidaktahuan yang harus dilewati manusia dengan keragu raguannya.
Kata kata berikutnya terasa mendirikan bulu halus dikuduk kita: “When it's over, I want to say: all my life, I was a bride married to amazement. I was the bridegroom, taking the world into my arms.” Hidup ini buat Oliver bukanlah untuk dilewati saja, tapi untuk menikah pada “takjub”, untuk merengkuh seluruh isi dunia ini kedalam rangkulan kita. Kata2 kuat yang sering dipakai teman2 penulis dan penyair karena kekuatan maknanya.
Berapa banyak dari kita, yang pada saat tua, meragukan kembali pilihan perjalanan kita, mengapa tidak melakukan apa yang sudah ingin kita lakukan selama ini. Menjalankan mimpi kita. Takut, ragu2, mendesah, tidak pasti. Maka, pada bait berikutnya, Oliver mempertegas dengan menyatakan ketidak inginannya untuk mempertanyakan perjalanan hidupnya pada akhir hayatnya nanti.
Oliver sering mempertanyakan apa yang akan kita lakukan dalam hidup ini. Pada puisinya yang lain “Summer day”, Oliver menutup dengan kalimat: “Doesn't everything die at last, and too soon? Tell me, what is it you plan to do, with your one wild and precious life?” Bukankah segalanya akan mati juga, bahkan terlalu cepat. Katakan apa yang akan anda lakukan dengan hidup anda yang liar dan berharga ini.
Puisi ini ditutup dengan satu kalimat yang terisolasi menjadi satu bait sendiri:
“I don't want to end up simply having visited this world.”
Kata2 yang kuat ini terasa pas, pernyataan untuk tidak mau hidup hanyalah sekedar numpang lewat saja. Dan, kalau anda tidak mau “sekedar mampir” di bumi ini, apa yang akan anda perbuat dalam hidup anda?
*Tanadi Santoso (Re-Post 8/8/2011)
Mengurangi Stress
Stress itu sering baik untuk membuat kita lebih optimum dalam bekerja. Eustress, stress yang baik, pada fase “Thrill” sangat bermanfaat buat kita. Tetapi, sering kita mengalami stress yang berlebihan, dan membawa dampak negatip, baik untuk diri kita sendiri, ataupun orang2 disekeliling kita. Ada 9 hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi stress level kita:Mengurangi nilai kepentingan hal yang kita kuatirkan. Kita menjadi stress karena apa yang kita hadapi kita anggap sangat penting. Padahal tidak semuanya sebenarnya sepenting itu. Salah sedikit, miring sedikit, tidak lah apa2. Dengan mengurangi nilai pentingnya hal itu, akan membuat kita berkurang stressnya. 9 dari 10 orang stress selalu melebihkan resiko yang terjadi dengan menganggap akan terjadi hal yang jauh lebih parah dari yang sebenarnya.Mengurangi pemikiran akan kemungkinan itu terjadi. Teman yang takut terbang, memikirkan kemungkinan pesawat ada problem diudara. Dengan memikirkan bahwa hal itu sangat kecil kemungkinannya, kita dapat mengurangi stress kita.Berpikirlah dari sudut pandang yang lain. Kalau anda tidak diterima bekerja di A, mungkin masih ada pilihan di B, atau bahkan bisa membuat anda menjadi wiraswasta. Kita coba lihat persoalan dari sudut2 yang lain.Rayakan kesuksesan kecil anda. Kita stress sebab kita selalu menghawatirkan hal2 kecil dan negatip, kalau kita merayakan kesuksesan kecil kita, misalkan berhasil menyelesaikan proyek 3 hari lebih awal, perlu kita makan soto bersama. Kemeriahan perayaan mengurangi stress kita.Bertemulah dengan sahabat anda. Sahabat mengurangi stress, membuat kita menjadi bahagia, dan membuat suasana hati membaik. Kita perlu kadang membuat kehidupan sosial kita menjadi sebuah obat untuk penghilang stress kita.Gunakan mental energi kita untuk hal2 yang lebih positip. Kita arahkan fokus dan perhatian kita pada penyelesaian dan pada sisi2 positip tantangan yang kita hadapi. Jangan masuk pada lingkaran setan yang membuat kita menjadi terputar2 pada persoal kecil yang kita jadikan besar.Tanyakan kembali dengan pertanyaan yang lebih penting. Apakah ini akhir hidup anda bila anda gagal? Apakah yang anda pentingkan dalam hidup ini? Lima tahun dari sekarang, apakah hal ini masih sepenting ini? Siapa sebenarnya yang membutuhkan ini, apakah benar segenting ini persoalannya? Pertanyaan yang tepat akan membawa anda pada sudut hati yang tepat pula.Larilah sejenak. Bila tidak tahan dalam stress, cobalah ke Bali pada akhir pekan, atau ke kebun binatang pada hari Minggu, atau ke Bogor melihat tanaman. Pelarian sejenak memperbaiki suasana hati dan membuat kita lupa sejenak dengan persoalan yang ada.Hadapi dengan tegar, selesaikan persoalannya. Pada akhirnya harus kita hadapi juga persoalan yang ada. Memang tidak mudah, dan butuh ketahanan, tetapi pada akhirnya kita harus mau dan mampu menghadapi persoalan itu dan menyelesaikannya. Semoga 9 hal diatas dapat mengurangi stress yang anda alami, dan memperbaiki kehidupan anda. Stress yang baik perlu untuk kita punyai, tapi bila telah berlebihan harus kita kurangi juga supaya tidak terlalu membebani kehidupan kita. Salam sukses untuk anda.
*Tanadi Santoso, 15 Agustus, 2011.
*Tanadi Santoso, 15 Agustus, 2011.
Narsisme
Dunia baru.
Ada hasil riset yang agak berbeda, katanya, dalam jaman dimana anak kecil tidak pernah lagi dimarahi, tetapi selalu dipuji, bahkan untuk hal yang paling kecilpun, ternyata melahirkan generasi haus pujian. Disekolah, dirumah, dikampus, selalu mengharapkan pujian.
Ketika mereka masuk dunia nyata, dan melihat kehidupan kerja dan masyarakat yang keras, dan mereka tidak lagi dipuji oleh orang sekeliling mereka, maka terasa sebuah ketidak nyamanan yang dalam. Ada kekecewaan dan rasa rendah diri, mereka menganggap dirinya tidak mampu, dan menjadi orang yang gagal dalam hidupnya. Padahal sebenarnya hanya biasa biasa saja, sebuah perjalanan hidup yang umum. Apalagi ketika ditegur dimarahi, langsung saja putus asa.
Pujian yang berlebihan juga membawa narsisme. Narsisme adalah kekaguman akan diri sendiri yang berlebihan, tanpa empati dan perhatian pada orang lain.
Facebook, bersama dengan teknologi lainnya, membuat hal ini menjadi berkembang. Selamat Ulang tahun dari 157 orang, yang disebabkan karena teknologi yang memudahkan semua orang tahu tanggal lahir kita, membuat kita mulai merasa jadi orang penting. Seperti juga ada orang lewat depan kita dan tersenyum, kita merasa menjadi selebriti, merasa orang itu menghormati kita.
Teknologi membuat kita makin individualistik, dan narsis. Kita menjauhi orang yang tidak sesuai dengan pandangan kita, dan hanya berkumpul dengan orang yang setuju dengan kita saja. Dijaman dulu, kalau anda tidak suka dengan teman anda, susah menggantinya, karena dia hidup dekat dengan anda, dan tidak ada pilihan, tapi dijaman ini tinggal klik klik klik, sahabat kita dari ujung dunia sampai ujung Indonesia.
Kenaikan taraf hidup masyarakat secara umum, juga melahirkan pemanjaan, anak ingin beli apa saja dituruti, terutama dengan sibuknya orang tua, yang menimbulkan rasa bersalah ortu terhadap anak, membuat apapun yang diminta sang anak, disetujui saja. Generasi narsis pun makin menjadi egois, tidak mau perduli kepentingan orang lain. Dunia ini dianggap berputar untuk dirinya sendiri, porosnya ada pada jiwa kerdilnya.
Marilah kita kembali memantau diri kita kembali, menyeimbangkan kehidupan, sadar kembali pada dunia nyata, realistis pada keadaan, dan menjalani kehidupan dengan lebih realistis kembali.
*Tanadi Santoso, 21 Aug 2011 (Rewrite and Repost tulisan lama)
Ada hasil riset yang agak berbeda, katanya, dalam jaman dimana anak kecil tidak pernah lagi dimarahi, tetapi selalu dipuji, bahkan untuk hal yang paling kecilpun, ternyata melahirkan generasi haus pujian. Disekolah, dirumah, dikampus, selalu mengharapkan pujian.
Ketika mereka masuk dunia nyata, dan melihat kehidupan kerja dan masyarakat yang keras, dan mereka tidak lagi dipuji oleh orang sekeliling mereka, maka terasa sebuah ketidak nyamanan yang dalam. Ada kekecewaan dan rasa rendah diri, mereka menganggap dirinya tidak mampu, dan menjadi orang yang gagal dalam hidupnya. Padahal sebenarnya hanya biasa biasa saja, sebuah perjalanan hidup yang umum. Apalagi ketika ditegur dimarahi, langsung saja putus asa.
Pujian yang berlebihan juga membawa narsisme. Narsisme adalah kekaguman akan diri sendiri yang berlebihan, tanpa empati dan perhatian pada orang lain.
Facebook, bersama dengan teknologi lainnya, membuat hal ini menjadi berkembang. Selamat Ulang tahun dari 157 orang, yang disebabkan karena teknologi yang memudahkan semua orang tahu tanggal lahir kita, membuat kita mulai merasa jadi orang penting. Seperti juga ada orang lewat depan kita dan tersenyum, kita merasa menjadi selebriti, merasa orang itu menghormati kita.
Teknologi membuat kita makin individualistik, dan narsis. Kita menjauhi orang yang tidak sesuai dengan pandangan kita, dan hanya berkumpul dengan orang yang setuju dengan kita saja. Dijaman dulu, kalau anda tidak suka dengan teman anda, susah menggantinya, karena dia hidup dekat dengan anda, dan tidak ada pilihan, tapi dijaman ini tinggal klik klik klik, sahabat kita dari ujung dunia sampai ujung Indonesia.
Kenaikan taraf hidup masyarakat secara umum, juga melahirkan pemanjaan, anak ingin beli apa saja dituruti, terutama dengan sibuknya orang tua, yang menimbulkan rasa bersalah ortu terhadap anak, membuat apapun yang diminta sang anak, disetujui saja. Generasi narsis pun makin menjadi egois, tidak mau perduli kepentingan orang lain. Dunia ini dianggap berputar untuk dirinya sendiri, porosnya ada pada jiwa kerdilnya.
Marilah kita kembali memantau diri kita kembali, menyeimbangkan kehidupan, sadar kembali pada dunia nyata, realistis pada keadaan, dan menjalani kehidupan dengan lebih realistis kembali.
*Tanadi Santoso, 21 Aug 2011 (Rewrite and Repost tulisan lama)
5 Most Important Questions
5 Pertanyaan terpeting.
Begawan Manajemen Almarhum Peter Drucker telah menulis banyak buku dan menelorkan begitu banyak teori tentang manajemen. Bahkan banyak ahli menganggap Peter Drucker adalah “penemu” Konsep Manajemen Modern yang kita anut sekarang ini.
Salah satu buku dan teori yang dibuatnya adalah tentang “The 5 Most Important Questions” yang asalnya dibuat untuk perusahaan nirlaba. Inilah pertanyaan pertanyaan mendasar yang harus dijawab seorang CEO, manager, supervisor ataupun pebisnis.
What is Our Mission? Apa sebenarnya misi kita? Menggabungkan kemampuan kerja kita, kesempatan yang ada, dan komitmen kita untuk menghasilkan sebuah karya, maka kita harus menentukan apa yang kita akan anggap sebagai “sukses”? Laba perusahaan, kemakmuran semua karyawan, atau apa yang membuat kita mau bekerja keras? Ukuran “Key Performance Index” apa yang kita pakai sebagai tolok ukur?
Who is our customers? Siapa sebenarnya pelanggan kita? Sebuah organisasi tidak mungkin memuaskan semua orang, kita harus berani memilih pelanggan yang cocok dengan atribut perusahaan kita, dan melupakan yang bukan pelanggan.
Siapa target paling utama, siapa yang kedua, dan bagaimana dinamika pelanggan dulu, sekarang, dan trend masa depan. Pemahaman yang dalam akan pelanggan kita akan memudahkan kita menjadi lebih efektip dalam melaksankan pekerjaan kita.
What does the customer value? Apa yang diinginkan pelanggan kita? Tidak mungkin kita memuaskan segalanya sepenuhnya. Kita haru tahu apa yang menjadi titik kunci dalam pelanggan kita memilih kita. Hal apa yang membedakan anda dengan pesaing anda, sehingga kalau bisa pelanggan anda hanya akan menginginkan produk anda saja, dan tidak dapat menemukannya pada kompetitor anda.
What are our results? Bagaimana hasil kita selama ini? Bagaimana hasil kerja kita selama ini, baik dari sisi penjulan, laba rugi, kepuasan pelanggan, karyawan, dan persepsi orang tentang brand kita? Apakah sudah kita nilai semua devisi perusahaan kita dengan baik? Apakah ada sistem yang jelas untuk mengecek keberhasilan kita terhadap misi yang kita inginkan? Evaluasi rutin yang baik akan memberikan tolok ukur yang jelas.
What is our plan? Apa rencana kerja kita? Semua perbaikan harus dilakukan dengan perencanaan yang baik. Dengan pendelegasian yang jelas, dengan tolok ukur yang jelas, dengan penanggung jawab yang jelas. Secara sistematik kita harus selalu memperbaik diri dan melakukan pekerjaan secara lebih efektip dan efisien. Apa yang salah, apa yang baik, dan bagaimana menjadi lebih baik dari kompetitor kita, semuanya kita lakukan dengan rencana kerja yang jelas.
5 Pertanyaan terpenting untuk bisnis kita ini juga dapat kita terapkan dalam kehidupan keseharian kita. Mempertanyakan kembali apa sebenarnya mimpi kita, apa yang kita anggap penting dalam hidup ini. Siapa yang kita layani, dan apa yang mereka anggap penting, bagaimana kerja kita selama ini, cukup sukseskah? Lalu apa rencana kita saat ini untuk menjadi lebih “sukses”?
*Tanadi Santoso, Surabaya, 12 Juni 2011
*Materi ini berdasarkan buku Peter Drucker dan pernah saya pakai sebagai seminar on the air, saya tulis ulang secara ringkas sebagai materi M3.
*Facebook page ini telah penuh, untuk teman2 baru silahkan add pada www.facebook.com/tanadisantoso4
*Workshop Design Thinking di Jakarta, Ritz carlton 22-23-24 Juni 2011, Info pada:www.tanadisantoso.com
Begawan Manajemen Almarhum Peter Drucker telah menulis banyak buku dan menelorkan begitu banyak teori tentang manajemen. Bahkan banyak ahli menganggap Peter Drucker adalah “penemu” Konsep Manajemen Modern yang kita anut sekarang ini.
Salah satu buku dan teori yang dibuatnya adalah tentang “The 5 Most Important Questions” yang asalnya dibuat untuk perusahaan nirlaba. Inilah pertanyaan pertanyaan mendasar yang harus dijawab seorang CEO, manager, supervisor ataupun pebisnis.
What is Our Mission? Apa sebenarnya misi kita? Menggabungkan kemampuan kerja kita, kesempatan yang ada, dan komitmen kita untuk menghasilkan sebuah karya, maka kita harus menentukan apa yang kita akan anggap sebagai “sukses”? Laba perusahaan, kemakmuran semua karyawan, atau apa yang membuat kita mau bekerja keras? Ukuran “Key Performance Index” apa yang kita pakai sebagai tolok ukur?
Who is our customers? Siapa sebenarnya pelanggan kita? Sebuah organisasi tidak mungkin memuaskan semua orang, kita harus berani memilih pelanggan yang cocok dengan atribut perusahaan kita, dan melupakan yang bukan pelanggan.
Siapa target paling utama, siapa yang kedua, dan bagaimana dinamika pelanggan dulu, sekarang, dan trend masa depan. Pemahaman yang dalam akan pelanggan kita akan memudahkan kita menjadi lebih efektip dalam melaksankan pekerjaan kita.
What does the customer value? Apa yang diinginkan pelanggan kita? Tidak mungkin kita memuaskan segalanya sepenuhnya. Kita haru tahu apa yang menjadi titik kunci dalam pelanggan kita memilih kita. Hal apa yang membedakan anda dengan pesaing anda, sehingga kalau bisa pelanggan anda hanya akan menginginkan produk anda saja, dan tidak dapat menemukannya pada kompetitor anda.
What are our results? Bagaimana hasil kita selama ini? Bagaimana hasil kerja kita selama ini, baik dari sisi penjulan, laba rugi, kepuasan pelanggan, karyawan, dan persepsi orang tentang brand kita? Apakah sudah kita nilai semua devisi perusahaan kita dengan baik? Apakah ada sistem yang jelas untuk mengecek keberhasilan kita terhadap misi yang kita inginkan? Evaluasi rutin yang baik akan memberikan tolok ukur yang jelas.
What is our plan? Apa rencana kerja kita? Semua perbaikan harus dilakukan dengan perencanaan yang baik. Dengan pendelegasian yang jelas, dengan tolok ukur yang jelas, dengan penanggung jawab yang jelas. Secara sistematik kita harus selalu memperbaik diri dan melakukan pekerjaan secara lebih efektip dan efisien. Apa yang salah, apa yang baik, dan bagaimana menjadi lebih baik dari kompetitor kita, semuanya kita lakukan dengan rencana kerja yang jelas.
5 Pertanyaan terpenting untuk bisnis kita ini juga dapat kita terapkan dalam kehidupan keseharian kita. Mempertanyakan kembali apa sebenarnya mimpi kita, apa yang kita anggap penting dalam hidup ini. Siapa yang kita layani, dan apa yang mereka anggap penting, bagaimana kerja kita selama ini, cukup sukseskah? Lalu apa rencana kita saat ini untuk menjadi lebih “sukses”?
*Tanadi Santoso, Surabaya, 12 Juni 2011
*Materi ini berdasarkan buku Peter Drucker dan pernah saya pakai sebagai seminar on the air, saya tulis ulang secara ringkas sebagai materi M3.
*Facebook page ini telah penuh, untuk teman2 baru silahkan add pada www.facebook.com/tanadisantoso4
*Workshop Design Thinking di Jakarta, Ritz carlton 22-23-24 Juni 2011, Info pada:www.tanadisantoso.com
Langganan:
Postingan (Atom)