Di dalam iman Kristen, kita mengenal Allah sebagai Tritunggal yang Mahakudus, bahwa Allah itu satu sekaligus tiga pribadi. Dari situ kita dapat mengerti mengapa ketika Santo Yohanes merumuskan mengenai siapakah Allah itu, dia tidak mengatakan Allah itu keindahan, kebijaksanaan, pengetahuan atau yang lainnya, tetapi ia mengatakan bahwa Allah itu adalah kasih. Dan kalau kasih tentu saja tidak bisa sendiri, karena kasih itu terungkap keluar. Maka kita mengerti bahwa Allah ini sebenarnya adalah Tritunggal Mahakudus.
Pertama kita tahu bahwa misteri Tritunggal Mahakudus ini adalah misteri dasar agama Kristen. Misteri yang disebut misteri yang sesungguhnya, artinya bahwa adanya Tritunggal Mahakudus hanya bisa diketahui oleh wahyu, kita tak akan pernah sampai pada misteri Tritunggal kalau tidak diwahyukan oleh Allah sendiri. Agama-agama besar di dunia mencoba mendekati misteri Allah, dan mereka sampai pada kesimpulan tentang Allah yang tunggal tetapi tidak pernah sampai kepada Allah yang Tritunggal. Misalnya kita melihat dalam Perjanjian Lama di mana dikatakan Roh Allah berkali-kali berhembus dan menghidupkan tulang-tulang yang kering kerontang seperti pada Yehezkiel. Jadi itu suatu rujukan kepada Roh Allah, tetapi bagi orang Israel pada waktu itu Roh Allah adalah Allah sendiri, jadi bukan pribadi yang berbeda. Lalu dalam kitab Kebijaksanaan, ada pujian kepada kebijaksanaan sebagai suatu pribadi tetapi di situ kita lihat bukan pribadi yang sesungguhnya melainkan suatu personifikasi. Jadi kebijaksanaan itu dipribadikan, namun bagi kita yang melihatnya di situ sudah ada wahyu Allah yang tersembunyi. Orang-orang dalam Perjanjian Lama sendiri tidak pernah melihatnya sebagai pribadi, sehingga bagi orang Yahudi ketika Yesus mengatakan bahwa Ia adalah Anak Allah itu rupanya merupakan suatu hujatan.
Dari agama lain kita lihat misalnya dalam agama Hindu, mereka sebetulnya menghasilkan banyak mistici besar, mereka itu boleh dikatakan juga mendekati misteri Allah. Bagi mereka Allah atau yang juga disebut Brahma mempunyai 3 sifat hakiki, dan 3 sifat hakiki itu mendekati pengertian Tritunggal Yang Mahakudus. Brahma itu disebut ‘zat’ artinya ada, ia ada sejak semula. Sifat kedua yaitu ‘sit’ artinya kebijaksanaan. Sifat ketiga yaitu ‘ananda’ artinya kebahagiaan. Karena itu kemudian Tritunggal Mahakudus bagi orang Kristen di India diterjemahkan dengan ‘Saccidananda’. Mereka sampai kepada pengertian yang begitu dekat, tetapi bagi mereka sebetulnya Allah itu hanya satu.
Dan memang benar Allah itu adalah satu tetapi sekaligus tiga pribadi ini. Dan inilah misteri dasar seluruh iman Kristen kita dalam arti yang sesungguhnya, eksistensinya tidak pernah dapat diduga oleh manusia dan setelah diwahyukan eksistensinya, manusia atau akal budi manusia juga tidak mampu menyelami sesungguhnya. Karena itu melampaui pengertian, maka tanpa rahmat Allah, tanpa karunia iman yang diberikan kepada kita, misteri Tritunggal Mahakudus itu adalah suatu kebodohan. Maka dikatakan juga oleh Santo Paulus ketika ia mewartakan Kristus yang disalibkan, batu sandungan bagi orang Yahudi dan kebodohan bagi orang Yunani, karena bagaimana mungkin Allah bisa disalibkan. Oleh karena itu, kita lihat di sini misteri ini merupakan suatu misteri yang melampaui akal budi manusia. Karena itu di luar iman Kristen, orang tidak mampu mengertinya. Ini suatu yang melampaui pengertian manusia.
Lalu bagaimana kita mencoba untuk mengerti? Memang kita tidak akan pernah bisa mengerti seluruhnya, tetapi walaupun demikian ada sedikit usaha untuk menerangkan misteri itu walaupun itu tidak mengungkapkan seluruhnya. Dan keterangan ini antara lain yang terkenal berasal dari Santo Agustinus. Ia mencoba menerangkan itu dan inilah yang diberikannya:
“Karena Allah Maha Sempurna, Dia mengenal diri-Nya sendiri dalam sesaat, sekejap secara langsung mengenal diri sendiri seutuh-utuhnya, seluruhnya, dan pengenalan akan diri sendiri itu kemudian menjadi begitu sempurna sehingga seolah-olah keluar dari diri-Nya sendiri menjadi pribadi lain yang kita sebut Sang Putera.”
Oleh Karena itu Putera adalah pancaran Allah sendiri, maka Santo Paulus mengatakan bahwa Putera adalah gambaran Allah yang sempurna. Jadi ibaratnya seperti kalau orang bercermin, dia melihat gambarnya sendiri secara sempurna. Akan tetapi, tentu saja Allah tidak bercermin pada sesuatu lain di luar diri-Nya, Dia mengenal diri-Nya secara sempurna dan pengenalan ini kemudian seolah-olah lahir dari diri-Nya menjadi pribadi, tetapi tentu saja ini terjadi dari kekal, karena bagi Allah tidak ada waktu. Dan Allah itu melihat diri-Nya begitu sempurna dan Dia memberikan seluruh ada-Nya seluruh kebijaksanaan-Nya, seluruh apa yang ada pada diri-Nya diberikan pada gambar tadi yaitu Putera-Nya. Maka kita dapat mengetahui bagaimana Yesus mengatakan bahwa Putera tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Nya sendiri, tetapi apa yang diterima-Nya dari Bapa itu yang dilakukan.
Putera menerima segala sesuatu dari Bapa, yaitu seluruh ada-Nya, seluruh kebijaksanaan-Nya, seluruh kasih-Nya dan karena Dia pribadi yang sempurna, kemudian Dia adalah gambar Allah yang sempurna, dan Dia menjadi pribadi, Dia mengembalikan seluruhnya itu, apa yang diterima-Nya kepada Bapa. Dan Bapa tentu saja memberikan semuanya itu di dalam kasih yang sempurna, dan Putera juga menerima itu dan memberikan kembali segala sesuatu yang diterima-Nya itu kepada Bapa dalam suatu aliran kasih yang sempurna.
Aliran kasih yang sempurna inilah Roh Kudus. Karena itu kita tahu bahwa Roh Kudus itu keluar dari Bapa dan Putera. Roh Kudus tidak dilahirkan tetapi keluar, karena itu Dia merupakan kesatuan antara Bapa dan Putera, kasih yang mengalir secara sempurna kepada Putera dan kemudian dari Putera mengalir kembali kepada Bapa dalam suatu aliran yang terus menerus sejak kekal sampai kekal. Oleh karena itu, Roh Kudus disebut juga Roh Cinta Kasih, dan misteri besar yaitu bahwa oleh Roh kita diikutsertakan dalam aliran kasih itu, sehingga kita sebagai manusia mengambil bagian pada kodrat Allah sendiri.
Santo Petrus dalam suratnya mengatakan, “kita ini mengambil bagian pada kodrat Allah.” Itulah martabat kita yang begitu indah, begitu luhur. Dengan mengambil bagian pada kodrat Allah, kita juga disebut ilahi. Maka Santo Yohanes Salib dalam karyanya ketika mengatakan pengilahian manusia bahwa manusia oleh rahmat Allah dijadikan ilahi, disentuh oleh sentuhan-sentuhan rahmat Allah sehingga menjadi ilahi. Oleh karena itu Santo Yohanes Salib dapat berkata “jiwa itu tampaknya lebih Allah daripada manusia, ya bahkan dia adalah Allah karena partisipasi.”
Itu suatu istilah teologi yang dipakai oleh Santo Thomas. Bahwa manusia itu adalah Allah karena partisipasi, artinya di situlah manusia betul-betul diilahikan sehingga kita akan dimuliakan dan bersinar-sinar karena kita diberi bagian pada kodrat Allah dan itulah arti kata bahwa kita ini ‘anak-anak Allah’. Kalau kita anak Allah, maka kita juga mengambil bagian dari kodrat Allah ini. Sebetulnya keluarga manusia di dunia ini merupakan pancaran dari gambaran Tritunggal Mahakudus sendiri. Karena itu kalau pria dan wanita saling mengasihi, lalu dari buah kasih itu lahirlah anak, itu sebetulnya merupakan pancaran yang samar-samar dari Tritunggal Mahakudus. Sebenarnya bila mereka hidup sungguh-sungguh kudus dan benar, maka itu merupakan gambaran dari Tritunggal Mahakudus itu.
Di dalam Gereja ada pertentangan cukup besar dan berlangsung berabad-abad lamanya antara Gereja Barat dan Gereja Timur mengenai soal ‘filio quod’ sebab kalau dikatakan dalam bahasa Latin ‘spiritus sancti’ itu ‘proceded de Patri filio que’ à maksudnya keluar, tidak dipakai istilah dilahirkan. Dalam syahadat panjang dikatakan bahwa Putera dilahirkan oleh Allah. Itu dikatakan ‘mengenai Yesus, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad’. Lalu di sana dikatakan juga ‘aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa dan Putera.’ Maka kalau Putera tadi dilahirkan, tentang Roh Kudus dikatakan Ia berasal dari Bapa dan Putera. Keluar dalam bahasa Latin dipakai istilah ‘proceded de Patri filio quom’. Karena itu istilah ‘filio quom’ menjadi pertentangan hebat.
Dalam gereja barat dikatakan bahwa Roh kudus itu keluar dari Bapa dan Putera, sedangkan Gereja Timur mengatakan Ia keluar dari Bapa melalui Putera. Jadi antara yang satu ‘keluar dari Bapa dan Putera’, yang satunya ‘keluar dari Bapa melalui Putera’ ini menjadi pertentangan yang cukup serius selama berabad-abad lamanya antara Gereja Barat dan Timur. Itu soal rumusan iman yang begitu sulit, dan kalau rumusan itu keliru bisa berakibat fatal. Tetapi kemudian dewasa ini dengan adanya dialog dan pendekatan, akhirnya memang dua rumusan itu ternyata saling melengkapi, bahwa Roh kudus itu keluar dari Putera tetapi Putera itu tidak dari diri-Nya sendiri, tetapi diberi oleh Bapa menjadi prinsip keluarnya Roh Kudus. Maka dari situ ada pendekatan antara Gereja Barat dan Timur.
Tetapi, misteri Tritunggal ini merupakan misteri kasih yang begitu mendalam, dan kalau kita bayangkan itu seperti aliran kasih yang terus menerus, Bapa yang setiap saat memberikan diri seutuh-utuhnya, karena itu kita bisa mengatakan bahwa kasih atau mengasihi berarti memberikan diri, mengosongkan diri. Bapa memberikan seluruh diri-Nya kepada Putera. Sebaliknya Putera tidak menerima itu begitu saja, tetapi dikembalikan lagi kepada Bapa, maka ada aliran terus menerus yang abadi. Dan bagi kita yang sungguh indah dan luar biasa yaitu bahwa kita diberi bagian di dalam hidup Allah ini. Kita mengambil bagian dalam kehidupan Allah ini, demikian juga para malaikat di surga diberi bagian dalam kehidupan Allah. Oleh karena itu kita diilahikan. Dalam Gereja Latin disebut dengan istilah ‘divinus’ artinya diilahikan, sedangkan dalam Gereja Timur lebih sering menggunakan istilah ‘devicatio’ artinya di-Allahkan.
Ungkapan-ungkapan yang sangat berani dari Bapa gereja Timur misalnya oleh Santo Irenius, “Allah menjadi manusia supaya manusia diilahikan.” Maka itulah yang disebut ‘pertukaran suci’. Allah Putera menjadi manusia, dan Dia kemudian mau supaya manusia diilahikan. Tetapi Santo Atanasius memakai ungkapan yang lebih berani lagi, “Allah telah menjadi manusia supaya manusia menjadi Allah.” Tentu saja kalau dikatakan manusia menjadi Allah, dalam agama-agama tertentu dikatakan kita ini adalah percikan Allah, yang biasa disebut ‘panteisme’. Namun dalam pengertian St.Athanasius ini terjadi karena partisipasi, artinya bukan dari kodratnya sendiri tetapi karena diberi bagian oleh Allah. Memang itu suatu yang rumit, tetapi sebetulnya kalau kita bisa meraba sedikit, kita akan melihat keindahannya, bahwa kita ini mempunyai panggilan yang luhur.
Jika Allah melihat kita sekarang ini, bukan melihat keadaan kita saat ini yang masih luka-luka. Akan tetapi melihat bagaimana pada akhirnya setelah kita sempurna diilahikan. Tentu saja pengambilan bagian ini berbeda-beda satu dengan yang lain. Yang satu boleh dikata lebih intensif sehingga dapat dikatakan semua seperti bintang-bintang di langit, semua berkilauan. Namun yang satu lebih terang dari yang lain. Tentu saja kalau kita lihat, nanti di surga kita seperti itu memancar berkilau-kilau, tetapi yang satu berbeda dengan yang lain, sesuai dengan rahmat dan panggilan Allah, juga sesuai dengan kerelaan kita melaksanakan kehendak Allah. Kalau di dunia ini kita sudah dimurnikan dan mau bekerja sama dengan rahmat Allah, maka pemurnian-pemurnian di sini dapat dikatakan sekaligus pemurnian yang membawakan jasa, sehingga kemuliaan kita setiap kali akan bertambah. Akan tetapi kalau pemurnian di api penyucian, penuh penderitaan namun tanpa jasa. Jadi masing-masing jiwa di surga akan berbeda satu dengan yang lainnya. Jadi di sinilah keindahan kita. Kita mempunyai tujuan hidup yang luhur yang disediakan oleh Allah.
Jadi segala penderitaan dan salib-salib tidak ada artinya, jika dibandingkan dengan kemuliaan yang disediakan Tuhan bagi kita. Seperti yang dikatakan oleh Santo Paulus bahwa pengenalan akan Yesus Kristus yang lebih mulia itu menjadikan segala sesuatu yang lain kelihatan seperti sampah. Maka kita juga tidak akan mengejar-ngejar kemuliaan, kehormatan, kedudukan di dunia ini, tetapi dari pihak lain kita mau berkarya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan.
Karya kita yaitu supaya setelah kita sendiri mengenal Allah, setelah kita sendiri boleh mengalami kasih-Nya, kita mau supaya orang lain juga yang dikasihi Allah ini boleh mengenal dan mengasihi Dia dan mengambil bagian dalam keselamatan serta hidup abadi itu. Cara yang terbaik dan berkenan pada Allah yaitu bila kita dapat menjadi alat-alat di tangan Tuhan untuk membawa banyak jiwa kepadaNya. Kita berharga bagi Allah, maka betapa rindunya Tuhan supaya semakin banyak jiwa yang diselamatkan.
Untuk memuliakan Tuhan yang paling baik adalah mewartakan kasih Allah kepada orang lain, menyatakan namaNya, mewartakan kerahiman-Nya kepada dunia. Seluruh hidup kita harus diarahkan untuk memuliakan Allah. Oleh rahmat Tuhan kita diselamatkan dan juga kita diberi bagian di dalam karya penyelamatan. Itulah yang disebut imamat orang beriman, kita dapat mengambil bagian dalam karya Kristus bagi keselamatan dunia. Jika kita harus menanggung salib dan penderitaan, kita dapat mempersembahkannya untuk keselamatan banyak jiwa.
Karena Allah begitu mengasihi kita maka Dia mau menjadi manusia, dan di antara ketiga pribadi yang dapat menjadi manusia hanyalah Putera, tidak mungkin Roh Kudus atau Bapa yang menjelma menjadi manusia. Karena itu Santo Paulus mengatakan bahwa kita ini dijadikan anak-anak Allah di dalam Sang Putera oleh kuasa Roh Kudus. Jadi selalu setiap perbuatan ilahi adalah perbuatan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Oleh karena itu karya keselamatan adalah karya Tritunggal Mahakudus, tetapi ada semacam apropriasi yaitu dikatakan bahwa Putera yang menebus manusia sebetulnya ialah Allah sendiri, tetapi ada apropriasi yang seolah-olah itu bagian Putera, ini bagian Roh Kudus, dan semua menuju kembali kepada Bapa sumber segala sesuatu.
Begitu luhur dan indah rahmat kehidupan kita. Oleh karena itu, jika menyadari semua ini kita juga dengan rela mau menanggung beban-beban dalam hidup ini. Kalau semua kita tanggung bersama Kristus, betapapun beratnya beban itu maka akan menjadi ringan. Oleh karena itu, kita mau menyerahkan semua bersama dengan Kristus, karenanya semua beban kalau kita terima dengan rela hati dan kita persembahkan, ini sebetulnya yang disebut kebijaksanaan para kudus. Mempersembahkan semua beban dan penderitaan kepada Tuhan demi keselamatan jiwa-jiwa. Ini mempunyai dua keuntungan. Dengan kurban-kurban yang kelihatannya tidak berarti kita bisa menyelamatkan orang lain. Kedua jika kita bisa mempersembahkan beban-beban dan kesukaran kepada Tuhan, maka kita tidak akan merasakan beban itu dan bahkan yang dulunya menekan justru akan menimbulkan sukacita kalau kita persembahkan kepada Tuhan. Kalau kita mengeluh maka bebannya menjadi semakin berat, tetapi apabila beban berat itu dipersembahkan akan menjadi ringan. Jadi karena itu baiklah kita selalu hidup di dalam iman. Iman mampu melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh akal budi biasa.
Maka demikianlah hidup kita dan jangan lupa bahwa hidup kita di dunia ini hanya sebentar saja. Oleh karena itu, marilah kita bersyukur kepada Tuhan untuk rahmat besar, pengertian dan tujuan yang begitu indah yang ditawarkan Tuhan kepada kita.
Ditulis oleh Rm. Yohanes Indrakusuma
Sumber: http://www.carmelia.net/
oleh Hidup Baru pada 19 Juni 2011 jam 6:02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar