St. Filipus Neri tidak tahan melihat seseorang berwajah murung. Jika sampai ia melihat seseorang dengan muka masam, maka ia akan dengan senang hati menamparnya - dan jika orang itu protes, ia akan menjelaskan bahwa bukan dia yang melakukannya, tetapi setan!
Filipus Neri dilahirkan pada tanggal 22 Juli 1515 di Florence, Italia. Ayahnya, Fransiskus Neri, bekerja sebagai seorang notaris. Ia termasuk golongan bangsawan, tetapi keluarganya sendiri hidup miskin.
Filipus kecil suka sekali berkelakar! Bagi teman-temannya, sentuhan tangan Filipus atau bahkan kehadirannya saja sudah cukup untuk menyembuhkan hati siapa saja yang sedang berduka. Filipus kecil juga suka bertindak seturut kata hatinya. Karena kelakuannya itu hampir saja sebuah kecelakaan merenggut nyawanya. Filipus melihat seekor keledai beban dengan gerobaknya yang sarat dengan buah-buahan; tiba-tiba saja ia meloncat naik ke atas punggung keledai. Keledai yang terkejut itu kehilangan keseimbangannya dan terpeleset. Sedetik kemudian, keledai, gerobak dan buah-buah muatannya serta Filipus jatuh terguling-guling ke gudang bawah tanah dengan Filipus tertindih keledai dan gerobak!
Pada tahun 1533, ketika usianya delapan belas tahun Filipus dikirim ke San Germano, kepada seorang sanak, untuk belajar berdagang. Tetapi tidak ada sama sekali minatnya dalam berdagang. Ia malahan lebih sering menggunakan waktunya untuk berdoa di sebuah kapel di atas bukit. Filipus memperoleh nubuat dalam suatu penglihatan bahwa ia mendapat panggilan merasul di Roma, jadi ia meninggalkan keluarganya dan pindah ke Roma.
Di Roma, Filipus belajar Filsafat dan Teologi selama tiga tahun, sebelum akhirnya memutuskan untuk hidup layaknya seorang pertapa. Suatu ketika, sedang Filipus berdoa di Katakomba St. Sebastianus di jalan Appian Way, sebuah bola api masuk ke dalam hatinya. Pengalaman mistik ini memberinya kekuatan yang luar biasa hingga ia mulai mewartakan Tuhan dengan penuh semangat kepada semua orang.
Pada tahun 1548, Filipus membentuk kelompok Persaudaraan Tritunggal Maha Kudus. Kelompok tersebut beranggotakan kaum awam yang menawarkan bantuan bagi para peziarah yang datang ke Roma. Organisasi ini berjalan baik dan kelak menjadi rumah sakit Santa Trinita dei Pellegrini yang terkenal di Roma.
Karena merasakan panggilan yang kuat untuk menjadi imam, Filipus masuk biara dan pada tahun 1551 ditahbiskan menjadi seorang imam. Kemudian Rm Neri ditugaskan di gereja San Girolamo.
Bagi umatnya, Rm Neri adalah seorang imam yang spontan, tak dapat ditebak, menyenangkan serta penuh humor. Semua orang kudus selalu penuh pengharapan dan sukacita, tetapi pada Neri pengharapan dan sukacita itu tampak lebih nyata. Ia selalu melihat sisi baik dari semua peristiwa, baik peristiwa gembira maupun sedih yang dialaminya. Lelucon-leluconnya, biasanya idenya sendiri, selalu dikenang.
Demi pertumbuhan rohani umatnya, Rm Neri senantiasa menyediakan waktu bagi siapa saja dan kapan saja. Ia memperhatikan mereka dan memberikan dukungan serta nasehat menurut kepentingan mereka masing-masing. Nasehat-nasehatnya itu membawa dampak yang besar sehingga berguna bagi perkembangan gereja secara menyeluruh. Rm Neri amat popular sebagai seorang bapa pengakuan sebab ia pandai membaca hati orang dan memberikan penitensi yang membantu mereka berbalik dari dosa-dosa mereka. Ia membantu umatnya mengatasi kelemahan-kelemahan mereka dengan membuat mereka tertawa!
Sukacita Rm. Neri segera memikat hati umatnya, terutama kaum muda. Ia mengadakan kegiatan-kegiatan untuk membimbing hidup kerohanian mereka: doa, Misa, diskusi, pendalaman iman, paduan suara, dsbnya. Ia mengadakan prosesi kunjungan ke Tujuh Gereja di Roma dengan perhentian-perhentian di masing-masing gereja untuk berdoa, devosi, menyanyi, menari dan berpiknik (piknik yang dihadiri oleh ± 6000 orang)! Jumlah kaum muda yang bergabung semakin lama semakin banyak, di antara mereka banyak pula yang kemudian tertarik untuk menjadi imam, hingga pada akhirnya terbentuklah Konggregasi Oratorian. Nama Oratorian dipilih karena mereka biasa berkumpul secara teratur di sebuah ruang kecil yang disebut oratory (“ora” adalah bahasa Latin yang berarti “berdoa”; oratory artinya tempat doa). Rm Neri dan Oratorian segera menjadi pusat kehidupan beriman di Roma.
Beberapa penguasa gereja yang iri kepada Rm Neri merasa terancam dengan berkembangnya gerakan Oratorian. Oleh karena itu Rm Neri diperintahkan untuk menghentikan segala kegiatan Oratorian. Rm Neri tentu saja kecewa, tetapi ia menghadapi semua rintangan itu dengan humor, kerendahan hati dan ketaatan. Akhirnya, pada tahun 1575, Paus Gregorius XIII merestui Konggregasi Oratorian dan mengijinkannya untuk melakukan segala kegiatannya kembali. Mereka bahkan dihadiahi gereja Santa Maria dari Vallicella, tetapi lebih dikenal hingga sekarang sebagai “Chiesa Nuova” (artinya gereja baru). Pada hari mereka memasuki gereja baru mereka pada tahun 1577, para Oratorian melakukan arak-arakan di kota dengan membawa serta segala tetak-bengek peralatan rumah tangga mereka (sendok, mangkuk, kursi yang seluruhnya terbuat dari kayu). Di barisan depan parade yang aneh ini tampaklah Rm Neri, berarak sambil menendang-nendang bola sepak.
Rm Neri memahami betapa pentingnya berbicara dengan bijaksana. Suatu hari seseorang datang kepadanya. Orang itu mempunyai masalah tidak dapat menghentikan kebiasaan buruknya yaitu bergosip dan menceritakan keburukan-keburukan orang lain. Rm Neri menyuruhnya naik ke atap rumah dengan satu tas besar penuh dengan bulu burung. Kemudian Romo memintanya untuk membuka tas serta menggoncang-goncangkan tas tersebut agar bulu-bulu itu dapat keluar semuanya. Baru saja ia melakukannya, maka angin segera meniup bulu-bulu itu dan membawanya terbang hingga jauh menyebar ke seluruh penjuru kota. Sesudahnya, Rm Neri memintanya untuk pergi mengumpulkan setiap bulu yang telah terbang terbawa angin. Orang itu memandang Rm Neri dengan terkejut dan gugup. Rm Neri berkata, “Kata-kata yang jahat sama seperti bulu-bulu itu. Begitu keluar dari tas, mereka menyebar ke segala penjuru kota dan tidak pernah bisa ditarik kembali!”
Suatu hari seorang anak muda yang dibimbingnya datang kepada Rm Neri dan bertanya apakah ia diperkenankan mengenakan baju kasar (dalam upacara kuno wajib dikenakan oleh pendosa berat yang belum diampuni dosanya oleh gereja). Rm Neri menyadari bahwa kegiatan yang tampak seperti “laku silih” pun dapat menjadi sumber kesombongan, padahal Rm Neri senantiasa menjauhi sikap bangga dan tinggi hati. Oleh karenanya Rm Neri memberinya ijin dengan syarat bahwa baju kasar tersebut harus dikenakan di luar kemejanya! Dengan demikian baju kasar tersebut bukan saja menyebabkan ketidaknyamanan di tubuhnya tetapi juga menyebabkannya diperolok dan ditertawakan orang-orang di sekitarnya. Kisah ini menjadi terkenal, karena kelak di kemudian hari, pemuda itu menyatakan dengan penuh syukur bahwa “laku silih” yang dianjurkan Rm Neri mengajarkan kepadanya arti sebenarnya dari penderitaan dan dengan demikian mengubah hidupnya.
Seorang pemuda bangsawan jatuh sakit dan mendadak meninggal. Ibunya sangat sedih, sebab puteranya belum menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit serta Sakramen Pengakuan Dosa. Ia memohon agar Rm Neri berdoa bagi puteranya. Rm Neri mendekati jenasah pemuda itu dan memegang tangannya seraya berkata, "Paulo, Paulo!" Maka pemuda itu pun bangun dan hidup kembali selama setengah jam sehingga dapat menerima kedua sakramen yang amat diperlukan bagi perjalanannya menuju surga.
Tuhan melakukan banyak mukjizat-Nya melalui Rm Neri. Namun demikian yang ingin dilakukan Rm Neri hanyalah membawa sebanyak-banyaknya orang kepada Yesus. Oleh karena itulah, guna menghindari rasa kagum umatnya, Rm Neri seringkali berlagak tolol. Ia mengenakan pakaian yang modelnya menggelikan atau pernah suatu ketika ia mencukur separuh janggutnya sebelum pergi ke suatu pesta perjamuan yang diselenggarakan khusus untuk menghormatinya. Atau, ketika para tamu dari Polandia datang untuk bertemu dengan orang kudus yang amat popular ini, mereka malahan mendapatkan Rm Neri sedang duduk mendengarkan seorang imam lain membacakan lelucon dari buku-buku humor. Rm Neri ingin orang lain menertawakannya dan dengan segera lupa bahwa ia adalah seorang kudus.
Kepada para pengikutnya Rm Neri sering berkata, “Bersukacitalah senantiasa, karena sukacita adalah jalan untuk berkembang dalam kebajikan.” Meskipun Rm Neri seorang yang penuh humor, tetapi ia sangat serius dalam kehidupan doanya. Rm Neri mudah sekali mengalami `ekstase' (keadaan orang yang sedang terpengaruh Roh Kudus, sehingga berbuat sesuatu yang luar biasa); berjam-jam dalam sehari dihabiskannya untuk berdoa. Jika seseorang bertanya bagaimana caranya berdoa, Rm Neri akan menjawab, “Rendah hati serta taat, maka Roh Kudus akan membimbingmu.”
Pada tanggal 26 Mei 1595, setelah menderita sakit cukup lama, Rm Neri meninggal dunia dalam usia delapan puluh tahun. Ia dimakamkan di Chiesa Nuova. Seluruh kota Roma berduka. Namun, sekarang kota Roma tampak amat berbeda dibandingkan 60 tahun sebelumnya. Ada iman yang tumbuh dari kota tersebut yang segera menyebar dan mempengaruhi umat Katolik di seluruh dunia. Sebagai ungkapan syukur, Paus menyatakan Rm Filipus Neri sebagai Rasul kota Roma yang kedua sesudah Santo Petrus.
Rm Filipus Neri dibeatifikasi pada tahun 1615 oleh Paus Paulus V dan dikanonisasi pada tahun 1622 oleh Paus Gregorius XV. Pesta St Filipus Neri dirayakan setiap tanggal 26 Mei.
FILIPUS DAN BOLA API
Filipus memiliki semangat doa yang luar biasa. Tidak peduli di mana pun ia berada, ia dapat dengan mudah berkomunikasi dengan Tuhan - bahkan dikatakan bahwa hatinya seolah-olah siap meledak karena cintanya yang meluap-luap kepada Tritunggal Maha Kudus! Pernyataan tersebut memang tidak berlebihan karena didasarkan pada suatu kejadian yang amat menakjubkan:
Pada tahun 1544, menjelang Hari Raya Pentakosta, Filipus sedang berlutut dan berdoa memohon Karunia-karunia Roh Kudus di Katakomba St Sebastianus. Tiba-tiba sebuah bola api muncul dan secepat kilat masuk ke dalam mulutnya, lalu meluncur ke dalam hatinya. Filipus merasakan hatinya membesar, tetapi ia sendiri tidak merasa sakit. Sejak itu, setiap kali Filipus mengalami suatu peristiwa mistik (persatuan dengan Tuhan secara mendalam), maka hatinya akan berdebar kencang menyebabkan seluruh tubuhnya bergetar. Di saat-saat seperti itu Filipus akan memohon kepada Tuhan untuk menenangkan hasratnya atau membawanya pulang ke surga. Kadang kala dada Filipus menjadi demikian panas terbakar sehingga ia harus melemparkan dirinya ke dalam salju.
Sesudah Filipus wafat pada tahun 1595, para dokter membedah dadanya. Hati orang kudus itu sedemikian besarnya hingga dua tulang rusuk di atasnya patah dan menonjol keluar. Namun demikian para dokter tidak menemukan adanya tanda-tanda suatu penyakit.
Seluruh kota Roma menghormati Filipus, kita pun juga. Dengan teladan St. Filipus Neri kita semua disadarkan bahwa masing-masing dari kita dipanggil bukan saja untuk menjadi kudus, tetapi juga untuk senantiasa penuh sukacita.
"Santo Filipus Neri, kami bertindak terlalu serius hampir sepanjang waktu. Bantulah kami untuk menambahkan humor dalam pikiran kami - karena humor adalah juga karunia dari Tuhan."
“disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan
oleh Hidup Baru pada 25 Mei 2011 jam 16:51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar