KEHADIRAN BARU ROH KUDUS DALAM GEREJA
Roh Kudus berkarya di seluruh dunia. Pencurahan Roh Kudus di mana-mana, suatu Pentakosta baru sedang berlangsung di seluruh Gereja. Lewat pencurahan Roh Kudus orang mengalami karya dan kuasa-Nya. Kepenuhan Roh Kudus dapat dimohon oleh setiap orang yang mendambakan dan menyiapkan diri untuk itu, bahkan juga oleh orang yang belum kristen (bdk. Kornelius, Kis 10:44).
Pencurahan Roh Kudus ini merupakan bagian dari rencana keselamatan Allah untuk Gereja dan dunia dewasa ini. Dewasa ini pencurahan Roh Kudus itu terjadi pada umumnya lewat Pembaruan Hidup dalam Roh, atau Pembaruan Karismatik. Pembaruan ini merupakan jawaban atas doa Paus Yohanes XIII yang mengundang Konsili Vatikan II dan sebagai persiapan Konsili mengajak seluruh umat untuk berdoa bagi Pembaruan seluruh Gereja: “Perbaruilah ya Tuhan, Gereja-Mu saat ini sebagai suatu Pentakosta Baru.” Sebagai jawaban atas doa itu Tuhan mulai mencurahkan Roh-Nya secara berlimpah ke dalam Gereja. Dan Pembaruan Karismatik yang lahir pada tahun 1965-1967, itu merupakan bagian dari rahmat Pembaruan itu.
Mula-mula rahmat dan karunia-karunia Roh Kudus dialami dalam Persekutuan Doa dan Komunitas Karismatik, namun Roh Kudus tidak dimaksudkan hanya untuk Persekutuan Doa atau Pembaruan Karismatik saja, melainkan untuk seluruh Gereja. Pembaruan Karismatik bukanlah suatu organisasi, tetapi pencurahan istimewa rahmat Roh Kudus; bukan organisasi, tetapi mengalirnya rahmat baru yang istimewa. Pada dasarnya, merupakan rahmat baru untuk memperbaharui dan mengubah cara berpikir dan cara kerja Gereja, rahmat yang membawa pengertian dan kesadaran baru yang menekankan, bahwa manusia bukanlah pelaksana hakiki tugas Gereja. Dari sikap: Tuhan, aku mau melakukan ini dan itu untukmu, berubah menjadi: “Roh Allah, pakailah aku seturut kehendak-Mu.” Perubahan sikap yang mendasar ini telah mengalirkan kuasa Allah yang besar dalam Gereja.
Pencurahan Roh Kudus itu merupakan revitalisasi doa: ‘Veni Creator Spiritus- Datanglah ya Roh Pencipta.’ Pencurahan Roh Kudus itu telah menimbulkan suatu cara berpikir dan bekerja yang baru, yang tidak lagi berpusat pada kemampuan manusia dan prakarsa manusiawi, melainkan bertolak dari rencana Allah. Hal itu membutuhkan langkah-langkah berikut:
Pertama-tama kita membutuhkan discernment untuk mengetahui apa rencana dan kehendak Tuhan untuk kita.
Mengenali semua karunia evangelis dan apostolik dan setiap karunia pelayanan sebagai karunia Roh Kudus.
Menyadari bahwa hanya Roh Kudus saja yang dapat berbicara kepada hati manusia dan memampukan untuk mendengar sabda Allah.
Menyadari bahwa Roh Kudus adalah kuasa Allah, kuasa yang harus berkarya melalui kita dewasa ini, bahkan dengan tanda-tanda dan mukjizat, untuk meluaskan Kerajaan Allah di dunia ini dan dalam perjuangan kita melawan si jahat.
Menyerahkan diri kepada Roh Kudus supaya dapat dipakai sebagai alat-Nya serta melakukan segala sesuatu hanya untuk kemuliaan Allah saja.
Tujuan dari Pembaruan itu bukanlah untuk mencari karunia-karunia Roh Kudus (1 Kor 12:7-12) demi karunia itu sendiri, tetapi suatu penyadaran, bahwa karya Allah hanya dapat dilakukan oleh Allah sendiri lewat karunia-karunia Roh Kudus yang diberikan kepada kita. Dalam hal ini, Allahlah pelaku utama karya tersebut. Jadi kita memang memerlukan karunia-karunia itu, tetapi bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai senjata dalam perjuangan kita untuk meluaskan Kerajaan Allah di dunia dan dalam menghadapi kuasa-kuasa destruktif dari si jahat. Hanya kuasa Roh Kudus saja yang dapat mengalahkan kuasa-kuasa kegelapan.
Allah lah yang melakukan segala-galanya. Bila kita menyerahkan diri kita tanpa syarat, Ia akan memakai kita sebagai alat-Nya untuk melaksanakan karya-Nya. Dari sini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Roh Kudus termasuk struktur hakiki Gereja. Rahmat Pentakosta yang dialami dalam Pembaruan Karismatik harus mengalir ke dalam seluruh Tubuh Gereja, serta menyegarkan setiap fungsi dan struktur Gereja.
Pembaruan Karismatik harus berintegrasi ke dalam Gereja tanpa kehilangan vitalitasnya, tanpa “dijinakkan,” dan tanpa kehilangan dayanya yang besar, khususnya tanpa kehilangan karunia-karunia Roh Kudus.
Kita harus berusaha, supaya pencurahan Roh Kudus mengalir ke dalam seluruh tubuh Gereja dan strukturnya, ke dalam seluruh jajaran hirarki dalam Gereja. Pada saat ini yang sesungguhnya sangat membutuhkan Roh Kudus justeru adalah para pemimpin Gereja sendiri.
ROH KUDUS MEMPERBAHARUI GEREJA
Pencurahan Roh Kudus itu tidak dimaksudkan hanya untuk persekutuan doa saja, atau untuk mengembangkan persekutuan doa saja, melainkan mempunyai sasaran dan jangkauan yang jauh lebih luas: Pembaruan seluruh Gereja dan Evangelisasi Baru bangsa-bangsa. Ia dimaksudkan untuk mengalirkan darah segar kepada Gereja yang sedang mengalami anemia itu, “untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus” (Ef 4:12), bahkan lebih dari itu yakni, untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa dengan penuh keyakinan dan kuasa. Panggilan untuk Pembaruan ini memang unik dalam sejarah: Pembaruan tidak hanya untuk kelompok tertentu seperti pada zaman Santo Fransiskus Asisi, melainkan untuk seluruh umat Allah, untuk seluruh Gereja. Karenanya, Pembaruan itu harus selalu tinggal di jantung Gereja.
Pembaruan ini juga menuntut adanya suatu paradigma baru dalam karya pastoral kita. Karya pastoral yang tradisional sesungguhnya sudah tidak memadai lagi, perlu ditemukan suatu pola baru dalam karya pastoral kita. Pola baru itu mengandaikan unsur-unsur pokok berikut:
Pengalaman Roh Kudus dan kuasa-Nya, sebab tanpa pengalaman akan kuasa Roh Kudus ini kita tidak akan mampu melakukan tugas kita. Lagipula tanpa pengalaman Roh Kudus itu kita kehilangan suatu unsur pokok yang memberikan dinamisme besar dalam hidup dan karya kita. Hidup kita sendiri harus diperbaharui lebih dahulu sebelum kita dapat membawakan Pembaruan kepada orang lain.
Dalam paroki-paroki dan stasi-stasi tidak hanya ada institusi, tetapi juga persaudaraan dan komunitas-komunitas dasar dengan bentuk yang efektif. Pelayanan kepada umat tidak lagi akan ditanggung oleh para pastornya saja, melainkan akan dilaksanakan oleh banyak anggota umat dan bahkan oleh seluruh umat yang tergabung dalam komunitas-komunitas itu.
Komunitas yang besar akan terdiri dari banyak komunitas-komunitas kecil.
Dewasa ini, rahmat Roh Kudus sedang dicurahkan secara berlimpah-limpah ke dalam Gereja. Kesadaran akan apa yang sedang dikerjakan Allah saat ini, menyadarkan kita, bahwa kita sedang menghadapi suatu masa rahmat baru dalam Gereja. Di tengah segala krisis yang ada, di tengah segala kegelapan dosa yang merajalela, di tengah kebutaan yang mengerikan, di tengah merajalelanya kuasa-kuasa kegelapan, kita harus memiliki keyakinan iman yang mendalam, bahwa Allah lebih besar dari segalanya itu dan Dia akan menyelesaikan karya-Nya dengan memakai kita-kita ini sebagai alat-alat-Nya. Seperti yang telah dicetuskan Paus Yohanes Paulus II pada hari Pentakosta 1998 di Roma di hadapan wakil-wakil komunitas awam, yang kebanyakan berasal dari pembaruan karismatik: “Sekarang ini Gereja sedang memasuki suatu musim semi baru, tanda-tandanya sudah kelihatan. Saya bahkan berani berkata, bahwa tidak lama lagi musim panen raya akan datang bagi Gereja.” Tetapi pertanyaannya ialah: “Siapkah kita menghadapi panen raya itu? Mampukah kita menghadapinya?” Inilah pertanyaan yang menantang kita.
SUATU TANTANGAN
Menghadapi dan mengantisipasi panen raya itu, kita berhadapan dengan suatu tantangan:
Apakah kita yakin, bahwa diperlukan suatu pembaruan pribadi? Yakin akan perlunya suatu Pembaruan dalam hidup pribadi, dalam hidup Gereja. Mengubah suatu cara hidup yang terlalu nyaman, terlalu duniawi, suatu cara hidup yang tidak berpusat pada Allah, tetapi pada diri sendiri. Mengubah suatu cara hidup yang lebih dikuasai oleh nilai-nilai duniawi daripada nilai-nilai Injil.
Apakah dalam segala aktivitas dan karya kita, kita sungguh-sungguh bersandar pada Allah dan kuasa Roh Kudus, dan bukan pada kemampuan, kekuatan atau kepandaian sendiri?
Apakah dalam segala sesuatu yang kita kerjakan, kita melaksanakan rencana sendiri, ataukah rencana Allah? Apakah sebelum memulai sesuatu yang penting kita sempat bertanya: Apakah yang menjadi rencana-Mu, Tuhan? Apakah itu sesuai dengan rencana-Mu, Tuhan? Ataukah sebaliknya kita sama sekali tidak berpikir tentang hal itu? Apakah kita berusaha mengadakan suatu discernment untuk mengenali kehendak Allah, atau tidak?
Dewasa ini masih banyak sekali orang yang bersikap: Do it yourself: kerjakan itu sendiri. Mereka bersikap seolah-olah: asal saja kita berusaha, segala sesuatu dapat diselesaikan, lupa akan apa yang disabdakan Tuhan: “Tanpa Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5) atau apa yang dikatakan Santo Paulus: “Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Flp 2:13). Karena itu kita sungguh-sungguh membutuhkan Roh Kudus, sebab :
Tanpa Roh Kudus, diosis atau paroki hanyalah organisasi belaka dengan motivasi dan tujuan manusiawi, dengan segala kepicikan dan kerapuhannya. Sebaliknya, dengan Roh Kudus diosis atau paroki adalah Tubuh Kristus, saudara-saudari yang dipersatukan dalam Kristus, yang melayani dan memberikan kesaksian dalam kuasa Roh Kudus.
Tanpa Roh Kudus, katolisisme hanyalah salah satu agama saja, mungkin lebih baik daripada yang lain, tetapi tidak lebih daripada itu. Dengan Roh Kudus katolisisme adalah wahyu Allah yang sempurna tentang dirinya sendiri kepada manusia: Bapa, Allah yang Mahakuasa dan Maharahim; Yesus, Putera-Nya, Tuhan dan Penyelamat kita; Roh Kudus pemberi segala hidup dan wahyu itu menjadi benar-benar ‘Kabar Gembira’.
Tanpa Roh Kudus evangelisasi tidak perlu, karena agama-agama lain juga baik dan Allah dipandang sebagai bersikap acuh tak acuh terhadap dosa dan kejahatan. Karenanya pembangunan sosio-ekonomis lebih perlu daripada evangelisasi. Dengan Roh Kudus evangelisasi adalah perintah Allah, kerinduan terdalam hati Allah bagi umat-Nya dan juga berkat terbesar bagi mereka.
Tanpa Roh Kudus evangelisasi praktis tidak mungkin dan mustahil, nyata dari pengalaman. Dengan Roh Kudus evangelisasi benar-benar mungkin dan nyata: “Rahmat Allah yang menghancurkan segala rintangan yang masuk dalam hati manusia lewat pengampunan, penyembuhan, karunia-karunia iman, harapan, dan kasih.”
Ditulis oleh Rm. Yohanes Indrakusuma
Sumber: http://www.carmelia.net
oleh Hidup Baru pada 09 Juni 2011 jam 7:38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar