Kekecewaan yang sangat mendalam dirasakan oleh seorang bapak karena ia mengetahui bahwa anaknya yang baru lahir bukanlah seperti yang ia dambakan, seorang laki-laki. Rasa gelapnya dunia semakin menghimpitnya karena ia juga tahu bahwa isterinya tidak akan bisa lagi melahirkan dengan alasan umur dan kesehatan. Ia sungguh mendambakan seorang laki-laki tetapi nyatanya yang lahir adalah seorang puteri. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa frustrasinya. Ia memang punya alasan masuk akal mengharapkan seorang putera yang bisa membantunya kelak di lahan mereka yang luas dan juga kelak mewarisi segala apa yang ia miliki. Maka ia pun tidak mencintai, tidak mengasihi, dan tidak menerima puterinya, Lara (kita sebut saja namanya). Ia memperlakukan Lara seperti orang asing dan budak yang menumpang di rumahnya. Betapa pilu sedih hati seorang manusia, jangankan Lara, bagi siapa saja bila mengalami seperti itu.
Dalam pertumbuhannya, Lara tidak patah semangat, Ia berusaha menyenangkan ayahnya dengan mencoba melakukan pekerjaan laki-laki seperti memanjat pohon, bekerja keras di ladang melebihi kekuatan anak-anak sebayanya, berlari kencang, melempar bola sekuat-kuatnya, dst . Tetapi sang ayah tidak bergeming bahkan rasa tidak simpatik dan bencinya semakin membara. Lara belajar keras di sekolah dengan harapan cinta dan kasih mulai tumbuh di hati sang ayah, tetapi usahanya tidak mampu melembutkan hati membatu yang bersarang di dalam diri ayahnya. Bahkan ketika ia menerima banyak penghargaan dari sekolah, sekali lagi sang ayah menganggap itu sampah yang tidak berharga.
Ibunya selalu memberi harapan dan semangat kepada Lara untuk tidak patah semangat mendapatkan haknya. Bukan harta warisan, bukan juga materi yang ia inginkan tetapi hanya supaya diterima sebagai anaknya dan mendapat kasih sayang dari orang tua. Tepat pada umur 13 tahun, kotanya akan merayakan pesta ulang tahun yang ke-100. Pemimpin kota mengumumkan supaya semua keluarga mengirimkan foto anak perempuan mereka. Itu akan diseleksi ketat dan satu dari antaranya akan dipilih menjadi pemimpin (mayoret) dari marching band dengan parade barisan raksasa. Ini menjadi kebanggaan dan penghormatan bagi siapa saja yang akan terpilih. Coba-coba dan tanpa berharap jauh, sang ibu mengirim foto Lara puterinya dengan diam-diam. Dari seleksi yang sangat ketat Lara terpilih dari sekian banyak calon.
Dalam persiapan menjelang parade, Lara mencoba pakayan pemimpin marching band dan barisan. Ia sangat kaku bahkan aneh mengenakannya. Tetapi akhirnya ia mencoba demi sebuah cita-cita, diterima dan disayangi sang ayah. Pada saat parade, ribuan penduduk kota bergabung di alun-alun. Mereka mengelu-elukan Lara yang tampil sangat bagus, luwes, berwibawa, dan simpatik. Ketika parade melewati persis tempat di mana ayah dan ibunya berada, Ayahnya melambaikan tangan, melemparkan senyum manis, lembut dan simpatik. Selama hidupnya, sampai umurnya yang sekarang, 13 tahun, Lara tidak pernah melihat apalagi mendapatkan senyum yang tulus dan manis itu. Tiba-tiba, ayahnya meneteskan air mata menyadari segala sikapnya selama ini. Akhir parade, ia mendatangi Lara, memeluknya dan mengatakan, "Puteriku aku bangga padamu." Lara memang pantas mendapatkan apa yang ia perjuangkan, bukan harta, bukan materi, bukan juga penghormatan yang hebat-hebat tetapi hanya secuil 'rasa kasih sayang dan penerimaan dari orang tua, bukan sebagai anak laki-laki tetapi sebagai anak perempuan sejati."
Dalam Roma 8:14-17 dikatakan, "Orang-orang yang dibimbing oleh Roh Allah, adalah anak-anak Allah. Sebab Roh, yang diberikan oleh Allah kepada kalian, tidaklah membuat kalian menjadi hamba sehingga kalian hidup di dalam ketakutan. Sebaliknya Roh Allah itu menjadikan kalian anak-anak Allah. Roh Allah bersama-sama dengan Roh kita menyatakan bahwa kita adalah anak-anak Allah. Nah kalau kita adalah anak-anak Allah, maka kita pun adalah ahli warisNya yang akan menerima berkat-berkat yang disediakan Allah untuk anak-anakNya.
Saudara-I dan teman-teman sekalian, mari kita memperlakukan semua orang, sesama dan terutama anak-anak kita dengan baik karena kita semua adalah anak-anak Allah. Setiap dari kita, adalah buah karya dan rahmat Allah yang diberikan untuk kita. Maka mari kita "memelihara" karya rahmat itu, dan bukan sebaliknya mengabaikan apalagi menolaknya. Terimalah, sayangi dan cintailah anak-anakmu sebagaimana Yesus juga mencintai dan menyayangi. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar